Sejarah Kesultanan Perlak di Aceh, Pelabuhan Niaga di Pantai Timur Sumatera

 
Pada abad ke-8 Masehi, Perlak berkembang sebagai pelabuhan niaga yang maju karena hasil alam dan posisinya yang strategis berada jalur perdagangan Selat Malaka.



IPHEDIA.com - Kesultanan Peureulak atau Kesultanan Perlak merupakan kerajaan Islam di Indonesia yang terletak di Peureulak, Aceh Timur, Provinsi Aceh.

Kesultanan Perlak didirikan oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah, seorang keturunan Arab dengan wanita setempat. Kesultanan ini didirikannya pada 1 Muharram 225 Hijriah atau 840 Masehi.

Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah atau lebih dikenal Sultan Alauddin Shah sultan pertama Kerajaan Perlak yang memerintah antara tahun 520–544 Hijriah atau 1161–1186 Masehi.

Bandar di Pantai Timur Sumatera 

Asal nama Perlak adalah berasal dari nama jenis kayu berkualitas yang tumbuh di sini, biasa digunakan untuk pembuatan kapal. Oleh karenanya daerah ini dikenal dengan nama Negeri Perlak.

Pada abad ke-8 Masehi, Perlak berkembang sebagai pelabuhan niaga yang maju karena hasil alam dan posisinya yang strategis berada jalur perdagangan Selat Malaka.

Dalam perkembangannya, Bandar Perlak menjadi bandar utama di pantai timur Sumatera bagian utara dan banyak disinggahi kapal-kapal yang berasal dari Arab dan Persia. 

Hal itu pula yang membuat berkembangnya masyarakat Islam di daerah ini, terutama sebagai akibat perkawinan campur antara saudagar muslim dengan wanita setempat.

Di masa kemudiannya, Sultan Alauddin Shah mengubah nama ibu kota kerajaannya dari Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah. 

Sultan Alauddin Shah bersama istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, setelah meninggal dimakamkan di Paya Meuligo, Peureulak, Aceh Timur.

Perang Saudara dan Pembagian Wilayah

Syiar agama Islam mulai dikenal luas ke Perlak semasa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah.

Setelah Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah wafat pada tahun 363 Hijriah atau 913 Masehi, terjadi perang saudara antara kaum muslimin di daerah ini. 

Perang saudara tersebut terjadi karena adu domba. Selama dua tahun berikutnya terjadi kekosongan tampuk kesultanan. Waktu tiu, tidak ada sultan yang memerintah Kerajaan Perlak. 

Setelah memenangkan perang pada tahun 302 Hijriah atau tahun 915 Masehi, Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah naik tahta. 

Di akhir pemerintahan Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah pergolakan antara kaum muslimin di Perlak terjadi lagi. 

Adu domba kali ini dimenangkan oleh Sultan Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari golongan Johan Berdaulat.

Sepeninggal Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (sultan ketujuh) pada tahun 362 H (956 M), terjadi lagi pergolakan selama kurang lebih empat tahun lamanya. 

Pergolakan itu diakhiri dengan perdamaian. Namun, Kerajaan Perlak dibagi menjadi dua wilayah kekuasaan, yaitu Perlak Pesisir dan Perlak Pedalaman.

Perlak Pesisir dipimpin Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988). Sedangkan, Perlak Pedalaman dipimpin Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023).

Diserang Kerajaan Sriwijaya

Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah, sultan Perlak Pesisir meninggal sewaktu Kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak pada tahun 986 Masehi. 

Di bawah pimpinan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, sepeninggal sultan Perlak Pesisir, seluruh Perlak bersatu kembali. 

Kehadiran pasukan Sriwijaya di wilayah Perlak, direspon Sultan Malik Ibrahim Syah dengan mengobarkan semangat rakyatnya untuk melawan pasukan dari Kerajaan Sriwijaya.

Perang besar antara Kerajaan Perlak dengan Sriwijaya terjadi selama bertahun-tahun dan baru berakhir pada tahun 1006 Masehi.

Ketika itu, pasukan Sriwijaya memutuskan mundur dari pertempuran untuk bersiap menghadapi serangan raja Dharmawangsa dari Kerajaan Medang di Pulau Jawa. 

Dengan berakhirnya perang antara Kesultanan Perlak dan Sriwijaya, secara keseluruhan wilayah Perlak sejak saat itu dipimpin keturunan Sultan Malik Ibrahim Syah yang berasal dari golongan Sunni. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top