Sri Maharaja Balaputra Dewa, Raja Sriwijaya dan Misteri Situs Ratu Boko

 
Seperti tercatat dalam Prasasti Nalanda, Balaputradewa adalah cucu seorang raja Jawa yang dijuluki Wirawairimathana (penumpas musuh perwira).

IPHEDIA.com - Nama Balaputradewa sepertinya yang paling diingat banyak orang di antara nama-nama raja Kerajaan Sriwijaya. 

Sri Maharaja Balaputradewa anggota Wangsa Sailendra yang menjadi raja keempat Kerajaan Sriwijaya pada 835. 

Ia menjadi raja Sriwijaya setelah raja pertama Dapunta Hyang Sri Jayanasa (683), Sri Indrawarman (702), Dharanindra (775) dan Samaratungga (792).

Dalam salah satu versi, Balaputradewa atau Rakai Kayuwangi sebelum menjadi raja di Sriwijaya ada kaitannya dengan legenda Situs Ratu Boko (Baka) atau Candi Boko.

Candi Boko atau ada yang menyebutnya Istana Ratu Boko ini awalnya dinamakan Abhayagiri Vihara (biara di bukit yang penuh kedamaian), di Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah sekarang.

Seperti tercatat dalam Prasasti Nalanda, Balaputradewa adalah cucu seorang raja Jawa yang dijuluki Wirawairimathana (penumpas musuh perwira). 

Julukan kakeknya itu mirip dengan Wairiwarawimardana alias Dharanindra dalam Prasasti Kelurak. Dengan kata lain, Balaputradewa merupakan cucu Dharanindra.

Ayah Balaputradewa bernama Samaragrawira, sedangkan ibunya bernama Dewi Tara putri Sri Dharmasetu dari Wangsa Soma. 

Prasasti Nalanda sendiri menunjukkan adanya persahabatan antara Balaputradewa dengan Dewapaladewa raja dari India.

Persahabatan tersebut ditandai dengan pembangunan wihara yang diprakarsai oleh Balaputradewa di wilayah Benggala.

Pendapat yang paling populer menyebutkan, Balaputradewa mewarisi tahta Kerajaan Sriwijaya dari kakeknya (pihak ibu), yaitu Sri Dharmasetu. 

Namun, ternyata nama Sri Dharmasetu terdapat dalam prasasti Kelurak sebagai bawahan Dharanindra yang ditugasi menjaga bangunan Candi Kelurak.

Dalam kaitan kekeluargaan, Dharanindra berbesan dengan pegawai bawahannya, bernama Sri Dharmasetu. 

Perbesanan keduanya melalui perkawinan antara Samaragrawira dengan Dewi Tara. Dharmasetu, menurut prasasti Kelurak, adalah orang Jawa. 

Sementara, Balaputradewa berhasil menjadi raja Kerajaan Sriwijaya bukan karena mewarisi takhta Sri Dharmasetu. 

Tapi, ia jadi raja Sriwijaya karena pada saat itu Pulau Sumatera telah menjadi daerah kekuasaan Wangsa Sailendra, sama halnya dengan Pulau Jawa.

Berdasarkan analisis Prasasti Ligor, Kerajaan Sriwijaya dikuasai Wangsa Sailendra sejak zaman Maharaja Wisnu. 

Sebagai anggota Wangsa Sailendra, Balaputradewa berhasil menjadi raja di Sumatera. Sedangkan, kakaknya, yaitu Samaratungga menjadi raja di Jawa.

Sejumlah ahli sejarah kuno menafsir, Balaputradewa yang menjadi raja Kerajaan Sriwijaya, pernah membangun biara kuno berbenteng batu. 

Biara berbenteng batu ini mulanya bernama Abhayagiri Vihara (Situs Ratu Boko/Istana Ratu Boko) ini sebagai kubu pertahanan. 

Saat itu, ia digempur oleh Rakai Pikatan, suami Pramodawardhani, pewaris tahta Dinasti Syaleindra. 

Di versi ini, Balaputradewa adalah saudara Pramodawardhani, anak Raja Samaratungga yang berkuasa di Mataram Kuno.

Setelah kalah, Balaputradewa menyingkir ke seberang lautan, dan menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatera. 

Menurut versi lain, Balaputradewa tersingkir bukan karena perang, melainkan atas inisiatif sendiri. 

Hal tersebut, menurut versi ini, karena ia merasa bukan pewaris Samaratungga, jadi tak berhak atas kekuasaan di tanah Jawa. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top