Pada tahun 1808-1810, Gubernur Hindia Jenderal Belanda menyerang Banten akibat Sultan menolak permintaan Hindia Belanda untuk memindahkan ibu kota Banten ke Anyer. Pada akhirnya, tahun 1813 Kesultanan Banten mengalami kemunduran setelah dikalahkan Inggris.
IPHEDIA.com - Kesultanan Banten salah satu kerajaan Islam yang terletak di Provinsi Banten sekarang. Sebelum pemekaran tahun 2000, Banten masih bagian dari Provinsi Jawa Barat (Jabar).
Mulanya, Kerajaan Banten berada di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Namun, Banten berhasil melepaskan diri ketika Kerajaan Demak mengalami kemunduran.
Pemimpin Kesultanan Banten pertama bernama Sultan Hasanuddin yang memerintah pada tahun 1522-1570.
Pemimpin Kesultanan Banten pertama bernama Sultan Hasanuddin yang memerintah pada tahun 1522-1570.
Sultan Hasanuddin berhasil membuat Banten sebagai pusat perdagangan dengan memperluas sampai ke daerah Lampung, penghasil lada di Sumatera Bagian Selatan.
Tahun 1570, Sultan Hasanuddin meninggal kemudian dilanjutkan anaknya, Maulana Yusuf (1570-1580) yang berhasil menaklukkan Kerajaan Pajajaran pada tahun 1579.
Tahun 1570, Sultan Hasanuddin meninggal kemudian dilanjutkan anaknya, Maulana Yusuf (1570-1580) yang berhasil menaklukkan Kerajaan Pajajaran pada tahun 1579.
Setelah itu, dilanjutkan oleh Maulana Muhammad (1585-1596) yang meninggal pada penaklukan Palembang sehingga tidak berhasil mempersempit gerakan Portugal di Nusantara.
Kejayaan Kesultanan Banten
Kesultanan Banten mengalami perkembangan dan mencapai kejayaannya di masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682).
Kejayaan Kesultanan Banten
Kesultanan Banten mengalami perkembangan dan mencapai kejayaannya di masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682).
Saat itu, Banten telah membangun armada dengan contoh Eropa serta memberi upah kepada pekerja Eropa.
Meski demikian, Sultan Ageng Tirtayasa sangat menentang Belanda yang membentuk VOC yang telah memblokade kapal-kapal dagang yang hendak menuju ke Banten.
Ketika itu, Banten juga melakukan monopoli lada di Lampung yang menjadi perantara perdagangan dengan negara-negara lain.
Dengan adanya perniagaan ini Banten menjadi wilayah yang multi etnis dan perdagangannya berkembang dengan pesat.
Kemunduran Kesultanan Banten
Kesultanan Banten mengalami kemunduran berawal dari perselisihan antara Sultan Ageng dengan putranya, Sultan Haji.
Kemunduran Kesultanan Banten
Kesultanan Banten mengalami kemunduran berawal dari perselisihan antara Sultan Ageng dengan putranya, Sultan Haji.
Perselisihan dalam keluarga ini atas dasar perebutan kekuasaan. Situasi ini dimanfaatkan VOC dengan memihak kepada Sultan Haji.
Kemudian, Sultan Ageng bersama dua putranya yang lain bernama Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf terpaksa mundur dan pergi ke arah pedalaman Sunda.
Kemudian, Sultan Ageng bersama dua putranya yang lain bernama Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf terpaksa mundur dan pergi ke arah pedalaman Sunda.
Setelah keberadaannya diketahui, pada tanggal 14 Maret 1683, Sultan Ageng berhasil ditangkap dan ditahan VOC di Batavia.
Dilanjutkan pada 14 Desember 1683, Syekh Yusuf juga ditawan oleh VOC dan Pangeran Purbaya akhirnya menyerahkan diri.
Atas kemenangannya tersebut, Sultan Haji memberikan balasan kepada VOC, berupa penyerahan daerah Lampung tahun 1682.
Atas kemenangannya tersebut, Sultan Haji memberikan balasan kepada VOC, berupa penyerahan daerah Lampung tahun 1682.
Pada 22 Agustus 1682 terdapat surat perjanjian bahwa hak monopoli perdagangan lada Lampung jatuh ke tangan VOC. Sultan Haji meninggal pada tahun 1687.
Setelah itu, VOC menguasai Banten sehingga pengangkatan Sultan Banten harus mendapat persetujuan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.
Setelah itu, VOC menguasai Banten sehingga pengangkatan Sultan Banten harus mendapat persetujuan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.
Terpilihlah Sultan Abu Fadhil Muhammad Yahya sebagai pengganti Sultan Haji kemudian digantikan oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin.
Pada tahun 1808-1810, Gubernur Hindia Jenderal Belanda menyerang Banten pada masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.
Pada tahun 1808-1810, Gubernur Hindia Jenderal Belanda menyerang Banten pada masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.
Penyerangan tersebut akibat Sultan menolak permintaan Hindia Belanda untuk memindahkan ibu kota Banten ke Anyer.
Pada akhirnya, tahun 1813 Kesultanan Banten mengalami kemunduran setelah dikalahkan Inggris. (as/rs)
No comments:
Write commentSiapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.