Gaya Rumah Limas seperti rumah panggung, memiliki lima tingkat yang berfilosofi dengan menyesuaikan geografi, dan kepercayaan masyarakat setempat.
IPHEDIA.com - Rumah Limas merupakan rumah tradisional Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Pulau Sumatera, Indonesia.
Gaya Rumah Limas seperti rumah panggung, memiliki lima tingkat yang berfilosofi dengan menyesuaikan geografi, dan kepercayaan masyarakat setempat.
Sesuai dengan namanya, Rumah Limas adalah rumah tradisional berbentuk limas yang dibuat dengan gaya panggung (tertiang).
Bangunan khas daerah Palembang ini dibangun bertingkat. Kumpulan tingkat-tingkatnya disebut masyarakat sebagai Bengkalis yang memiliki makna tersendiri.
Luasan Rumah Limas berkisar mulai dari 400 hingga 1000 meter persegi, sering kali dipinjamkan pemilik rumah untuk digunakan sebagai tempat pesta pernikahan dan acara adat.
Hampir seluruh bagian dari Rumah Limas terbentuk dari kayu. Pemilihan kayu dilakukan bukan tanpa sebab, namun menyesuaikan dengan karakter kayu dan kepercayaan masyarakat di Sumatera Selatan.
Uniknya, jenis kayu-kayu yang digunakan merupakan kayu unggulan dan dikabarkan hanya tumbuh subur di daerah yang beribukota di Palembang.
Untuk bagian pondasi biasanya menggunakan kayu unglen, kayu yang berstruktur kuat dan tahan air. Sedangkan, bagian kerangka rumah, digunakan kayu Seru.
Kayu ini cukup langka dan sengaja tidak digunakan untuk bagian bawah rumah karena dalam kebudayaan masyarakat, kayu Seru dilarang untuk diinjak dan dilangkahi.
Khusus dinding, lantai, jendela, dan pintu menggunakan kayu Tembesu, yang mempunyai keunggulan dari segi ekologi dan ekonomi.
Kentalnya budaya Sumatera Selatan bisa terlihat dari seni ukiran dan ornamen pintu, dinding, maupun atap Rumah Limas yang menggambarkan nilai-nilai kebudayaan setempat.
Rumah Limas memang mempunyai banyak filosofis yang mendalam, terdiri dari lima tingkat dengan makna dan fungsi yang berbeda-beda.
Lima tingkatan ruangan diatur menggunakan filosofi Kekijing, dimana setiap ruangannya diatur berdasarkan penghuninya, yaitu usia, jenis kelamin, bakat, pangkat, serta martabat.
Tingkat pertama atau disebut Pagar Tenggalung merupakan ruangan terhampar luas tanpa dinding pembatas.
Ruangan seperti beranda ini difungsikan untuk tempat menerima para tamu yang datang pada saat acara adat.
Uniknya, orang luar tidak bisa melihat aktivitas didalam ruangan. Sedangkan, dari dalam bisa melihat suasana diluar.
Hal menarik lainnya adalah lawang kipas atau pintu yang jika dibuka akan membentuk langit-langit ruangan.
Tingkat kedua atau disebut Jogan merupakan tempat berkumpul diperuntukkan bagi anggota keluarga pemilih rumah yang berjenis kelamin laki-laki.
Masuk lebih dalam atau pada Kekijing ketiga, lebih memiliki privasi dibanding ruangan sebelumnya. Posisi lantainya lebih tinggi dan bersekat.
Ruangan tingkat tiga ini hanya digunakan oleh tamu undangan khusus ketika pemilik rumah sedang mengadakan hajat.
Khusus orang yang dihormati dan memiliki ikatan darah dengan pemilih rumah, dipersilahkan untuk ke tingkat keempat. Seperti para Dapunto dan Datuk, tamu undangan yang dituakan.
Terakhir, tingkat kelima atau disebut Gegajah memiliki ruangan paling luas dibanding ruangan lainnya.
Ruangan ini lebih istimewa dan lebih bersifat privasi, hanya dimasuki oleh orang yang mempunyai kedudukan sangat tinggi dalam keluarga maupun masyarakat.
Di dalam ruangan di tingkat kelima ini terdapat undukan lantai untuk bermusyawarah yang disebut Amben, dan kamar pengantin jika pemilik rumah mengadakan pernikahan.
Jika melihat bagian atas atap, terlihat ornamen simbar berbentuk tanduk dan melati. Selain sebagai ornamen, simbar ini berfunsi sebagai penangkal petir.
Melati melambangkan keagungan dan kerukungan, simbar dua tanduk berarti Adam dan Hawa, tiga tanduk berarti matahari-bulan-bintang, empat tanduk berarti sahabat nabi, dan simbar dengan lima tanduk melambangkan rukun Islam.
Fakta menarik lainnya, Rumah Limas dibangun menghadap ke arah timur dan barat. Bagian yang mengarah ke barat disebut dengan Matoari Edop atau berarti matahari terbit yang melambangkan kehidupan baru.
Sementara, yang menghadap ke timur disebut dengan Matoari Mati yang berarti matahari terbenam atau melambangkan akhir dari kehidupan.
Kini, Rumah Limas memang sudah jarang dibangun sebagai tempat tinggal. Namun, bukan berarti sudah tidak ada lagi Rumah Limas.
Setelah mengenal dan mengetahui fakta Rumah Limas, bagi pengunjung yang penasaran ingin melihat langsung rumah adat ini, bisa berkunjung ke Museum Balaputera Dewa di Jalan Srijaya Negara I, Kota Palembang.
Selain itu, bentuk bangunan Rumah Limas, rumah tradisional Sumatera Selatan ini, juga bisa ditemui di bagian belakang uang Rp10.000 lembaran kertas keluaran tahun 2015 dan 2010.
Sedangkan, bagian depan uang Rp10.000 lembaran kertas ini bergambar Sultan Mahmud Badaruddin II, Sultan Palembang yang berkuasa dari 12 April 1804 – 14 Mei 1812. (*)
Sumber: indonesia.go.id
No comments:
Write commentSiapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.