Pangeran Antasari, Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan Indonesia

 
Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, dia juga merupakan pemimpin suku-suku lainnya yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito.

Lukisan Pangeran Antasari menurut Perda Kalimantan Selatan (Sumber Foto: Wikipedia)

IPHEDIA.com - Pangeran Antasari adalah Sultan Banjar dan seorang Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan Indonesia dari Kalimantan Selatan (Kalsel).

Pangeran Antasari yang semasa mudanya bernama Gusti Inu Kartapati ini merupakan putra pasangan Pangeran Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir dengan Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman.

Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1809 meninggal di Bayan Begok, Hindia Belanda, 11 Oktober 1862.

Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, dia juga merupakan pemimpin suku-suku lainnya yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito. 

Ia dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin pada 14 Maret 1862.

Penobatan dirinya sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar dilakukan dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan. 

Perjuangan Terhadap Belanda

Perjuangan Pangeran Antasari bersama rakyat Banjar terhadap Belanda terjadi setelah Sultan Hidayatullah ditipu Belanda. 

Dengan tipunya, Belanda terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur.

Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. 

Tak hanya itu, sejumlah peperangan yang dikomandoi Pangeran Antasari terjadi di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. 

Karena perang sering terjadi, Belanda berkali-kali membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun dia tetap melakukan perlawanan. 

Tidak sampai di situ, Belanda juga pernah menawarkan hadiah 10.000 gulden kepada siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari. 

Hingga  perang selesai tidak satu pun orang yang menyanggupi dan mau menerima tawaran tersebut. 

Pangeran Antasari wafat pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, karena sakit paru-paru dan cacar. 

Pangeran Antasari wafat dalam usia kurang lebih 53 tahun setelah terjadinya pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung.

Atas keinginan Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958 kerangka Pangeran Antasari yang masih utuh, seperti tulang tengkorak, tempurung lutut dan beberapa helai rambutnya dilakukan pengangkatan.

Kerangka itu setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu Sungai Barito, kemudian dimakamkan kembali di Taman Makam Perang Banjar, Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin.

Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan

Atas perjuangan dan jasanya, pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968 menganugrahi Pangeran Antasari sebagai Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan. 

Selain julukan untuk Kalimantan Selatan, yaitu Bumi Antasari, namanya juga diabadikan pada Korem 101/Antasari. 

Kemudian, nama dan gambar Pangeran Antasari telah dicetak dan diabadikan pula dalam uang kertas nominal Rp 2.000 oleh pemerintah melalui Bank Indonesia (BI). (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top