Mohammad Hatta, Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia

 
Sumber Foto: Wikimedia Commons

IPHEDIA.com - Mohammad Hatta sama seperti halnya Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno (Bung Karno), seorang proklamator.

Wakil Presiden Pertama RI, Mohammad Hatta, juga salah satu pahlawan Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar) dengan nama Muhammad Athar pada 12 Agustus 1902. 

Mohammad Hatta putra dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang berasal dari Minangkabau. 

Hatta menikah dengan Rahmi Hatta pada 18 November 1945 dan tiga hari setelah menikah bertempat tinggal di Yogyakarta. 

Mereka dikarunai 3 anak perempuan bernama Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi'ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta.

Mohammad Hatta yang dikenal dengan sebutan Bung Hatta ini memiliki jabatan penting semasa hidupnya.

Ia pernah menjabat perdana menteri dalam kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS, hingga akhirnya menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia pertama. 

Meskipun sebagai seorang politisi, Mohammad Hatta juga dijuluki sebagai ''Bapak Koperasi''. 

Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986 melalui Keppres Nomor 081/TK/1986. 

Namanya bersanding dengan Soekarno sebagai Dwi-Tunggal dan disematkan pada Bandar Udara Soekarno-Hatta. 

Di Belanda, namanya diabadikan sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem.

Pendidikan dan Pergaulan

Mohammad Hatta pertama kali mulai mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta. 

Setelah enam bulan di sekolah itu, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. 

Lalu, ia pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913, dan melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917.

Perjuangan dan Pergerakan

Mohammad Hatta memulai pergerakan politiknya sewaktu bersekolah di Belanda dari 1921-1932. 

Ia bersekolah di Handels Hogeschool (kelak sekolah ini disebut Economische Hogeschool, sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam). 

Selama bersekolah di sana, ia masuk organisasi sosial Indische Vereeniging yang kemudian menjadi organisasi politik.

Organisasi ini berpolitik dengan adanya pengaruh Ki Hadjar Dewantara, Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker.

Pada tahun 1923, Hatta menjadi bendahara dan mengasuh majalah Hindia Putera yang berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. 

Pada tahun 1924, organisasi ini berubah nama menjadi Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia; PI). 

Tahun 1926, ia menjadi pimpinan Perhimpunan Indonesia. Sebagai akibatnya, ia terlambat menyelesaikan studi. Di bawah kepemimpinannya, PI mendapatkan perubahan. 

Perhimpunan ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan di Indonesia dengan memberikan banyak komentar, dan banyak ulasan di media massa di Indonesia. 

Setahun kemudian, ia seharusnya sudah berhenti dari jabatan ketua, namun ia dipilih kembali hingga tahun 1930.

Mempersiapkan Kemerdekaan Republik Indonesia

Saat-saat mendekati Proklamasi pada 22 Juni 1945, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) membentuk panitia kecil.

Panitia kecil ini disebut Panitia Sembilan dengan tugas mengolah usul dan konsep para anggota mengenai dasar negara Indonesia. 

Panitia kecil itu beranggotakan 9 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Anggota lainnya Bung Hatta, Mohammad Yamin dan Achmad Soebardjo.

Kemudian, A.A. Maramis, Abdulkahar Muzakir, Wahid Hasyim, H. Agus Salim dan Abikusno Tjokrosujoso.

Pada 9 Agustus 1945, Bung Hatta bersama Bung Karno dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat (Vietnam). 

Di sana, mereka dilantik sebagai Ketua dan Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 

Badan ini bertugas melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak Jepang kepada Indonesia. 

Pelantikan dilakukan secara langsung oleh Panglima Asia Tenggara, Jenderal Terauchi.

Puncaknya pada 16 Agustus 1945, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok, hari dimana Bung Karno bersama Bung Hatta diculik. 

Keduanya dibawa ke sebuah rumah milik salah seorang pimpinan PETA, Djiaw Kie Siong.

Rumah Djiaw Kie Siong itu berada di sebuah kota kecil Rengasdengklok, dekat Karawang, Jawa Barat.

Penculikan itu dilakukan oleh kalangan pemuda, dalam rangka mempercepat tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia. 

Malam hari, mereka mengadakan rapat untuk persiapan proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol 1 Jakarta.

Wakil Presiden Pertama Indonesia

Pada 17 Agustus 1945, hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh rakyat Indonesia. 

M. Hatta bersama Soekarno resmi memproklamasikan kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pukul 10.00 WIB. 

Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945, dia resmi dipilih sebagai Wakil Presiden RI yang pertama mendampingi Presiden Soekarno. 

Pada tanggal 1 Desember 1956, Bung Hatta mundur dari jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. 

Dia dan keluarga berpindah rumah dari Jalan Medan Merdeka Selatan 13 ke Jalan Diponegoro 57. 

Bung Hatta tak pernah menyesal atas keputusan yang telah ia buat mundur dari jabatannya itu. 

Kegiatan sehari-hari Bung Hatta setelah pensiun adalah menambah dari penghasilan menulis buku dan mengajar.

Semasa pemerintahan Presiden Soeharto, Bung Hatta dipercaya untuk menjadi Anggota Dewan Penasehat Presiden. 

Pada 15 Agustus 1972, Bung Hatta mendapat anugerah Bintang Republik Indonesia Kelas I dari Pemerintah Republik Indonesia. 

Kemudian, pada tahun yang sama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengangkat dia sebagai warga utama Ibukota Jakarta. 

Ia diberikan segala fasilitas, seperti perbaikan besarnya pensiun dan penetapan rumah dia menjadi salah satu gedung yang bersejarah di Jakarta.

Pada tahun 1975, Bung Hatta menjadi anggota Panitia Lima bersama Prof Mr. Soebardjo, Prof Mr. Sunario, A.A. Maramis dan Prof Mr. Pringgodigdo. 

Tugas panitia ini untuk memberi pengertian mengenai Pancasila sesuai dengan alam pikiran dan semangat lahir dan batin para penyusun UUD 1945 dengan Pancasilanya. 

Dalam Panitia Lima ini, Bung Hatta menjadi ketua panitia dengan dibantu keempat anggotanya.

Tak hanya itu, Bung Hatta kembali mendapatkan gelar doctor honouris causa sebagai tokoh proklamator dari Universitas Indonesia yang seharusnya diberikan pada tahun 1951. 

Pemberian gelar tersebut dilakukan di Jakarta pada 30 Juli 1975 dan diberikan secara langsung oleh Rektor Mahar Mardjono.

Pada tahun 1978 bersama-sama Jenderal Abdul Haris Nasution, Bung Hatta mendirikan Yayasan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi. 

Tahun 1979, dimana tahun tersebut merupakan tahun ke-5 Bung Hatta masuk ke rumah sakit. 

Kesehatan Bung Hatta semakin menurun. Walaupun begitu, semangatnya tetap saja tinggi. Ia masih mengikuti perkembangan politik dunia.

Mohammad Hatta meninggal pada 1980 dan jenazahnya dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. 

Gelar pahlawan nasional untuk Mohammad Hatta ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 November 2012.

Pada saat penganugrahan itu, gelar yang sama juga turut diberikan kepada mendiang presiden pertama RI, Soekarno. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top