Mengenal Taufiq Ismail, Penyair dan Sastrawan Indonesia

 
Bakatnya di dunia sastra memang sudah ada sejak remaja. Taufiq Ismail tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca.

Sumber Foto: Tempo

IPHEDIA.com - Di Tanah Air khususnya, siapa yang tak mengenal nama Taufiq Ismail, seorang penyair dan sastrawan ternama di Indonesia. 

Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar) pada tanggal 25 Juni 1935. 

Taufiq Ismail gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah menikah dengan Esiyati Yatim tahun 1971. 

Taufik Ismail dikaruniai seorang anak laki-laki, Bram Ismail. Bersama keluarga, ia tinggal di Jakarta.

Bakatnya di dunia sastra memang sudah ada sejak remaja. Taufiq Ismail tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. 

Ia telah bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilaluinya di Pekalongan.

Setelah tamat sekolah rakyat di Solo, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. 

Selanjutnya, dia masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan.

Pada tahun 1956–1957, ia memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School. 

Dari beasiswa itu, ia mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan pertama dari Indonesia.

Kemudian, Taufik Ismail melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat tahun1963. 

Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat.

Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. 

Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.

Semasa mahasiswa, Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960–1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962).

Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965) dan guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962).

Kemudian, asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964).

Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. 

Buntut dari permasalahan ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.

Taufiq menjadi kolumnis Harian Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada tahun 1966-1970. 

Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia.

Yayasan ini juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.

Taufiq salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). 

Di ketiga lembaga itu, Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968–1978). 

Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).

Saat menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia, tahun 1993 Taufik diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia.

Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. 

Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya.

Beberapa puisi itu, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.

Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. 

Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan China.

Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.

Dalam kegiatan kemasyarakatan, Taufik antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-56).

Bersama S.N. Ratmana, ia merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86).

Kemudian, Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) serta bekerja sama dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. 

Pada tahun 1974–1976 ia terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.

Ia juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). 

Dalam kampanye antinarkoba ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono). 

Dalam kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq mendapat penghargaan dari Presiden Megawati (2002).

Selain itu, Taufiq juga menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.

Karya-karya:
  • Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
  • Benteng, Litera ( 1966)
  • Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
  • Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
  • Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976)
  • Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
  • Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993)
  • Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
  • Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
  • Seulawah — Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995)
  • Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (1998)
  • Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001)
  • Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002)

Karya terjemahan:
  • Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960) 
  • Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962) 
  • Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964)

Anugerah yang diterima:
  • Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970)
  • Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
  • South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994)
  • Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
  • Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999)
  • Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top