Sejarah Krakatau dan Berpetualang Seru di Gunung Anak Krakatau (8)

 
Kejadian tsunami yang sebelumnya tiba-tiba itu, banyak menelan korban jiwa dan harta benda warga Provinsi Lampung, khususnya Lampung Selatan, Telukbetung Bandarlampung, Pesawaran dan Tanggamus serta warga di Provinsi Banten.

IPHEDIA.com - Setelah bertahun-tahun tak menampakkan kegarangannya, Gunung Anak Krakatau (GAK) yang sedang mengalami pase pertumbuhan itu tiba-tiba menggeliat melongsorkan tubuhnya ke Selat Sunda hingga memunculkan tsunami, Sabtu malam, 22 Desember 2018.

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat adanya erupsi Gunung Anak Krakatau pada pukul 21.03 WIB. Kemudian, tsunami yang menghantam pesisir barat Banten dan Lampung Selatan itu terjadi sekitar pukul 21.30 WIB. 

Kejadian tsunami yang sebelumnya tiba-tiba itu, banyak menelan korban jiwa dan harta benda warga Provinsi Lampung, Pulau Sumatera, khususnya Lampung Selatan, Telukbetung Bandarlampung, Pesawaran dan Tanggamus serta warga di Provinsi Banten, Pulau Jawa.

Diketahui, Gunung Anak Krakatau sudah menyandang status Waspada (Level II) sejak 31 Oktober 2009, setelah sebelumnya berstatus siaga. Waspada berada pada satu tingkat di bawah status siaga.

Status waspada berarti ada peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya. 30 September 2011, statusnya ditingkatkan menjadi level III (siaga). Karena aktivitasnya menurun, statusnya diturunkan menjadi Level II (Waspada) lagi pada tanggal 26 Januai 2012.

Gunung Anak Krakatau yang tetap berstatus Waspada mulai giat menggeliat sejak 18 Juni 2018. Terjadi gempa vulkanik, tektonik, dan tremor di kawasan Selat Sunda. Gempa meningkat menjadi 69 kejadian per hari pada 19 Juni. Saat itu, status Waspada terus dipertahankan PVMBG. Masyarakat tidak boleh beraktivitas pada radius 2 kilometer dari gunung.

Pada Sabtu 22 Desember 2018 petang, Tim Patroli Kepulauan Krakatau Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) merekam aktivitas Anak Krakatau. Pukul 17.22 WIB, gunung tersebut menyemburkan material pijar terus-menerus. Suasana menjadi mencekam karena ada getaran yang terasa.

Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Kepulauan Krakatau lewat akun Instagram resminya menyebut suara dentuman juga terdengar cukup keras yang menyebabkan pos jaga Pulau Panjang bergetar. Tinggi kolom abu lebih dari 1.500 m di atas puncak. Erupsi itu terekam pada seismograf dengan amplitudo maksimum 58 mm dengan durasi kurang-lebih 5 menit 21 detik.

Sejak pukul 12.00 WIB hingga 18.00 WIB, Anak Gunung Krakatau mengalami 423 letusan. Aliran lava pijar dilaporkan PVMBG mengalir ke area lautan di sisi selatan. Malam harinya, terjadilah erupsi yang kemudian menyisakan misteri, apakah berkaitan dengan tsunami sesudahnya atau tidak.

Sementara, PVMBG lewat situs resminya pada Minggu, 23 Desember 2018 menyatakan pada pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama ada info tsunami. Lava pijar terlontar hingga 2 kilometer. Pukul 21.27 WIB, terpantau ada kenaikan muka air pantai. Terjadilah tsunami di kawasan Banten dan Lampung.

Dalam keterangan tertulis yang disiarkan sejumlah media, Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG memaparkan kronologi terjadinya tsunami yang diawali dengan peningkatan aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau pada Jumat, 21 Desember 2018. Bersambung ke Sejarah Krakatau dan Berpetualang Seru di Gunung Anak Krakatau (9). (Akhmad Sadad)

Baca: Sejarah Krakatau dan Berpetualang Seru di Gunung Anak Krakatau (9)
Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top