Letusan Krakatau menyebabkan lonjakan tekanan lebih dari 2½ inci merkuri (ca 85 hPa) pada alat pengukur tekanan yang terpasang di Batavia. Sementara, gelombang tekanan terpancar dan tercatat oleh barograf di seluruh dunia, yang tetap terjadi hingga 5 hari setelah letusan.
IPHEDIA.com - Pada tanggal 11 Agustus 1883, pakar topografi Belanda, Kapten H. J. G. Ferzenaar, mulai menyelidiki Krakatau. Ia menemukan tiga gulungan abu telah melingkupi pulau, dan lepasan uap dari setidaknya sebelas ventilasi lainnya, sebagian besarnya terdapat di Danan dan Rakata.
Saat mendarat, Ferzenaar mencatat adanya lapisan abu setebal 0,5 m, dan musnahnya semua vegetasi pulau, hanya menyisakan tunggul-tunggul pohon. Keesokan harinya, sebuah kapal yang lewat melaporkan mengenai adanya ventilasi baru yang berjarak "hanya beberapa meter di atas permukaan laut". Aktivitas vulkanik Krakatau terus berlanjut hingga pertengahan Agustus.
Pada tanggal 25 Agustus, letusan semakin meningkat. Sekitar pukul 13.00 tanggal 26 Agustus, Krakatau memasuki fase paroksimal. Satu jam kemudian, para pengamat bisa melihat awan abu hitam dengan ketinggian 27 kilometer (17 mi). Pada saat itu, letusan terjadi terus menerus dan ledakan terdengar setidaknya setiap sepuluh menit sekali.
Kapal-kapal yang berlayar dalam jarak 20 kilometer (12 mi) dari Krakatau telah dihujani abu tebal, dengan potongan-potongan batu apung panas berdiameter hampir 10 cm (3,9 in) mendarat di dek kapal. Tsunami kecil menghantam pesisir Pulau Jawa dan Sumatera hampir 40 kilometer (25 mi) jauhnya pada pukul 18.00 dan 19.00 WIB.
Pada tanggal 27 Agustus, empat letusan besar terjadi pukul 05.30, 06.44, 10.02, dan 10:41 waktu setempat. Kemudian, pukul 5.30, letusan pertama terjadi di Perboewatan, yang memicu tsunami menuju Telukbetung. Pukul 06.44, Krakatau meletus lagi di Danan, menimbulkan tsunami di arah timur dan barat.
Letusan besar pada pukul 10.02 terjadi begitu keras dan terdengar hampir 3110 kilometer (1930 mi) jauhnya ke Perth, Australia Barat, dan Rodrigues di Mauritius berjarak 4800 kilometer (3000 mi) jauhnya.
Penduduk di sana mengira letusan tersebut suara tembakan meriam dari kapal terdekat. Masing-masing letusan disertai dengan gelombang tsunami, yang tingginya diyakini mencapai 30 m di beberapa tempat. Wilayah-wilayah di Selat Sunda dan sejumlah wilayah di pesisir Sumatera turut terkena dampak aliran piroklastik gunung berapi.
Energi yang dilepaskan dari ledakan diperkirakan setara dengan 200 megaton TNT, kira-kira hampir empat kali lipat lebih kuat dari Tsar Bomba (senjata termonuklir paling kuat yang pernah diledakkan). Pada pukul 10.41, tanah longsor yang meruntuhkan setengah bagian Rakata memicu terjadinya letusan akhir.
Gelombang tekanan yang dihasilkan oleh letusan kolosal keempat dan terakhir terpancar keluar dari Krakatau hingga ketinggian 1086 km/h (675 mph). Letusan tersebut begitu kuat dan keras sekali terdengar oleh para pelaut yang sedang berlayar dan warga di sekitar Selat Sunda.
Letusan Krakatau menyebabkan lonjakan tekanan lebih dari 2½ inci merkuri (ca 85 hPa) pada alat pengukur tekanan yang terpasang di Batavia. Sementara, gelombang tekanan terpancar dan tercatat oleh barograf di seluruh dunia, yang tetap terjadi hingga 5 hari setelah letusan.
Rekaman barografis menunjukkan bahwa gelombang kejut dari letusan terakhir Krakatau bergema ke seluruh dunia sebanyak 7 kali. Ketinggian kabut asap diperkirakan mencapai 80 kilometer (50 mi). Bersambung ke Sejarah Krakatau dan Berpetualang Seru di Gunung Anak Krakatau (4). (Akhmad Sadad)
Baca: Sejarah Krakatau dan Berpetualang Seru di Gunung Anak Krakatau (4)
No comments:
Write commentSiapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.