Danau Tamblingan, Objek Wisata Alam dan Budaya di Bali

 
Untuk bisa sampai ke Danau Tamblingan ini, kamu bisa melewati beberapa jalur. Jika kamu berangkat dari bandara Ngurah Rai, kamu akan menempuh jarak sekitar 2 jam perjalanan.

IPHEDIA.com - Danau Tamblingan, salah satu dari tiga danau kembar yang terbentuk di dalam kaldera besar. 

Lokasinya terletak di lereng sebelah utara Gunung Lesung, kawasan Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. 

Danau ini satu dari tiga danau kembar yang terbentuk di dalam sebuah kaldera besar.

Di sebelah timur Danau Tamblingan, berturut-turut terdapat Danau Buyan dan Danau Beratan. 

Diapit oleh hutan di sekelilingnya serta dikarenakan letaknya di dataran tinggi membuat lingkungan danau ini berhawa sejuk. 

Untuk menuju ke Danau Tamblingan ini, kamu bisa melewati beberapa jalur perjalanan. 

Jika kamu berangkat dari bandara Ngurah Rai, kamu akan menempuh jarak sekitar 2 jam perjalanan.

Dengan menyusuri jalan raya Bedugul menuju ke Singaraja lalu naik ke arah perbukitan, di sini kamu akan melihat papan yang bertuliskan Danau Tamblingan. 

Untuk bisa sampai ke Danau Tamblingan, kamu akan melewati Desa Pancasari, Desa Wanagiri dan Desa Munduk. Untuk lebih detail, kamu dapat menggunakan peta Google Maps.

Sebagai salah satu objek wisata alam, Danau Tamblingan tidak dikembangkan ke arah pariwisata modern demi menjaga kelestarian alam dan lingkungannya. 

Daya tarik utama tempat ini bukan hanya pesona alamnya, namun juga karena banyaknya pura. 

Pura-pura itu menyimpan sejarah dan perkembangan peradaban dan kebudayaan Bali, khususnya menyangkut pembentukan dan perkembangan Desa Tamblingan.

Diceritakan, pada abad 10 Masehi sampai 14 Masehi lingkungan Danau Tamblingan adalah pemukiman yang pusatnya berada di Gunung Lesung sebelah selatan danau. 

Karena suatu alasan, penduduknya kemudian berpindah ke empat daerah berbeda yang jaraknya masih berdekatan dengan areal danau.

Keempat desa itu di masa kemudiannya disebut Catur Desa, yang berarti empat desa, yakni Desa Munduk, Gobleg, Gesing, dan Umejero. 

Keempat desa ini memiliki ikatan spiritual dan memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk menjaga kesucian danau dan Pura yang ada di sekitarnya.

Nama Tamblingan berasal dari dua kata dalam Bahasa Bali, yaitu Tamba berarti obat, dan Elingang berarti ingat atau kemampuan spiritual. 

Diceritakan, dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul bahwa masyarakat di wilayah itu konon pernah terkena wabah epidemi. 

Sebagai jalan keluar seseorang yang disucikan kemudian turun ke danau kecil di bawah desa untuk mengambil air untuk obat.

Berkat doa dan kemampuan spiritual dia air itu kemudian dijadikan obat dan mampu menyembuhkan masyarakat desa. 

Kata Tamba dan Elingang inilah lama kelamaan berubah bunyi dan katanya menjadi Tamblingan.

Oleh karena peradaban dan perkembangan di sini, di kawasan Danau Tamblingan banyak terdapat pura. 

Pura-pura itu, di antaranya Pura Dalem Tamblingan, Pura Endek, Pura Ulun Danu dan Sang Hyang Kangin dan Pura Sang Hyang Kawuh.

Kemudian, Pura Gubug, Pura Tirta Mengening, Pura, Naga Loka, Pura Pengukiran Pengukusan, Pura Embang, Pura Tukang Timbang, Pura Batulepang dan lainnya.

Di antara sejumlah pura di sekitar Danau Tamblingan, Pura Embang dan Pura Tukang Timbang adalah sebuah kawasan pura kecil yang dibangun dari batu "bebaturan". 

Diperkirakan, pura ini peninggalan masyarakat pra Hindu yang sebelum abad ke-10 Masehi telah bermukim di kawasan itu. (as/ip)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top