Tradisi Mallanca, Adu Betis di Sulawesi Selatan

 
Mallanca bahasa daerah setempat yang berarti adu betis. Mallanca berasal dari kata lanca: menyepak dan menggunakan tulang kering yang sasarannya ganca: bagian kaki di atas tumit.

Sumber Foto: Makassar.terkini

IPHEDIA.com - Mallanca, salah satu tradisi unik yang sudah diwariskan turun temurun yang dilakukan masyarakat Bugis, Makassar dan Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Indonesia.

Mallanca bahasa daerah setempat yang berarti adu betis. Mallanca berasal dari kata lanca: menyepak dan menggunakan tulang kering yang sasarannya ganca: bagian kaki di atas tumit. 

Dalam tradisi yang terbilang ekstrim ini, para pemain melakukannya secara berkelompok dan berpasangan-pasangan serta dilakukan di dalam lingkaran besar (arena). 

Di tengah arena pada pemain mengadu kekuatan dengan menendang betis lawan. Dua pemain yang berpasangan memasang kuda-kuda dan pemain lainnya menendang betis lawannya. 

Mallanca biasanya dilakukan sekali setahun dan digelar saat musim panen padi tiba. Hal itu dikarenakan daerah ini kebanyakan para petani mengerjakan sawah tadah hujan, sehingga panen dilakukan sekali saja. 

Tradisi Mallanca bisa dikatakan sebagai syukuran masyarakat setempat atas hasil panen yang mereka peroleh dari sawah yang mereka garap. 

Pada umumnya, tradisi ini sering dilakukan pada bulan Agustus sesuai dengan jatuhnya musim panen serta bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Indonesia.

Arena permainan Mallanca di Kecamatan Moncongloe, Bone, biasanya dilakukan di dekat makam leluhur bernama Gallarang Mancongloe, paman dari Raja Gowa, Sultan Alauddin.

Peserta dalam permainan adu betis di Sulawesi Selatan ini para pria pilihan yang berusaha menunjukkan kebolehannya dengan lawan lainnya. 

Tak heran jika dalam permainan Mallanca tersebut banyak pemain biasanya terlebih dulu dijampi-jampi betisnya agar dapat bertahan saat bermain. 

Oleh tetua mereka, setiap peserta akan dibacakan mantera atau jampi-jampi pada kakinya agar kuat, kokoh dan tidak cepat rubuh saat ditendang lawan.

Ketika yang lain menendang pada betis, yang lainnya berusaha menahan dengan kuda-kuda. Peserta akan bergantian menendang dan menahan tendangan ke betis lawan.

Karena ini adu kekuatan betis, dalam pertandingan ini para peserta bahkan akan mengalami keseleo kaki hingga ada yang patah tulang. 

Meski demikian, hal itu tidak menjadi persoalan. Sebab, tradisi ini hanya bertujuan mengetahui kekuatan setiap anggota dalam permainan tersebut. 

Pada momen itu, masyarakat setempat biasanya tidak hanya adu betis, saat bersamaan juga akan menyertakan tumbuk padi dan sepak takraw. Hal ini tentu saja membuat acara ini akan berlangsung dengan meriah. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top