Sejarah Perkeretaapian di Indonesia, Ini Dia Jalur Kereta Api Pertamanya

 

Pada 1840, Kolonel J.H.R. Carel Van der Wijck mengajukan rencana pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda. Atas permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang, kereta api pertama di Indonesia dibangun tahun 1867 di Semarang.




IPHEDIA.com - Kereta api (KA) saat ini menjadi salah satu sarana transportasi penting di dunia, termasuk di Indonesia. 


Sejarah perkeretaapian di Tanah Air sendiri memiliki perjalanan yang panjang. Hal ini bermula setelah Tanam Paksa diberlakukan oleh van den Bosch tahun 1825-1830.

Ide tentang perkeretaapian Indonesia diajukan dengan tujuan untuk mengangkut hasil bumi dari Sistem Tanam Paksa tersebut. 


Salah satu alasan yang mendukung ketersediaanya kereta api disebabkan tidak optimalnya lagi penggunaan jalan raya semasa itu.

Akhirnya, pada 1840, Kolonel J.H.R. Carel Van der Wijck mengajukan rencana pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda. 


Atas permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang, kereta api pertama di Indonesia dibangun tahun 1867 di Semarang.

Rute Semarang - Tanggung

Jalur kereta api pertama di Indonesia oleh NISM, N.V. (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij) ini menempuh rute Semarang - Tanggung yang berjarak 26 kilometer dengan lebar jalur 1.435 millimeter. 


Lebar jalur SS - Staatsspoorwegen adalah seluas 1.067 millimeter (mm) atau yang saat ini digunakan.

Kemudian dalam melayani kebutuhan akan pengiriman hasil bumi dari Indonesia, maka Pemerintah Kolonial Belanda sejak tahun 1876 telah membangun berbagai jaringan kereta api.


Sejumlah jaringan kereta api itu bermuara pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya.

Pada saat itu Semarang, meskipun strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga barang dikirim ke Batavia atau Soerabaja.

Kehadiran kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di Desa Kemijen, Jumat, 17 Juni 1864.


Peresmian dengan ditandai pencangkulan ini dilakukan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele.

Pembangunannya diprakarsai oleh "Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij" (NIS) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes. 


Jalurnya dimulai dari Kemijen menuju Desa Tanggung sepanjang 26 kilometer dengan lebar sepur 1435 millimeter. 


Ruas jalur dari Kemijen ke Desa Tanggung maupun sebaliknya tersebut mulai dibuka untuk angkutan umum pada Sabtu, 10 Agustus 1867.

Pertumbuhan Jalur Kereta Api

Keberhasilan swasta NIS membangun jalan KA antara Stasiun Samarang-Tanggung pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang-Surakarta (110 Km).


Atas keberhasilan ini akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan kereta api di daerah lainnya.

Tidak mengherankan kalau pertumbuhan panjang jalan rel kereta api antara 1864-1900 tumbuh dengan pesat. 


Jika di tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km.

Setelah sukses di Pulau Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891) dan Sumatera Selatan (1914). 


Bahkan, tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 km antara Makassar-Takalar. 


Pengoperasian jalur Makassar-Takalar dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan.

Ketika itu, untuk di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalur KA Pontianak-Sambas sepanjang 220 km sudah diselesaikan. 


Demikian juga di Pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan kereta api. (as/ip)

Sumber: Indephedia.com
Group Member of Iphedia Network


Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top