Hati-hati, Aplikasi 'Percantik Wajah' Ini Ternyata Bahaya Adware

 


IPHEDIA.com - Belakangan media sosial ramai memposting foto influencer yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Tak ketinggalan di group-group WhatsApp (WA) juga demikian. 

Melalui aplikasi tersebut mereka yang tua bisa dibuat terlihat muda, dan yang muda lebih muda lagi. Pokoknya, dibuat kinclong deh.

Pengguna foto influencer ini tak lain menggunakan aplikasi kamera dan filter yang disediakan oleh aplikasi tersebut.

Dengan aplikasi itu, siapapun bisa mempercantik maupun menggantengkan wajah secara instan tanpa harus operasi plastik dulu untuk mendorong followers. 

Tapi, alih-alih membuat tampil cantik dan ganteng, aplikasi-aplikasi itu dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk menipu penggunanya. 

Sebut saja, ada sekitar 38 aplikasi berbahaya yang belum lama ini ditemukan WhiteOps.

Puluhan aplikasi tersebut terbilang populer meski berbahaya. Bahkan, ada di antaranya yang sudah diunduh sampai 1 juta kali oleh penggunanya.

Karena dianggap berbahaya, sudah berulang kali Google merazia aplikasi-aplikasi itu dari Play Store. 

Mayoritas aplikasi berbahaya tersebut berupa aplikasi foto yang menjual fungsi mempercantik wajah, atau lazim disebut beautification.

Aplikasi yang dirazia itu dianggap berbahaya karena mengandung adware, yakni software yang menyusupkan iklan ke perangkat korbannya. 

Parahnya lagi, adware ini salah satu ancaman cyber yang saat ini paling populer dan musti dihindari.

Memang, sepintas adware nampak tak berbahaya bagi si korban, karena dianggap tak bisa mencuri dari korban. 

Ini anggapan yang salah. Sebab, ada juga adware yang bisa mencuri data-data perbankan si korban. 

Bahkan, adware yang sepintas biasa-biasa saja tersebut ternyata juga dapat digunakan untuk memata-matai korbannya.

Contoh adware berbahaya dan berkemampuan super yang canggih itu disebut Agent Smith. 

Menurut hitungan peneliti di Check Point, adware ini sudah menginfeksi lebih dari 25 juta perangkat mobile di seluruh dunia tanpa diketahui korbannya.

Masalah utama dari adware ini cara infeksinya bisa disusupkan ke perangkat si korban tanpa terdeteksi.

Begitu perangkat korban telah disusupi akan sulit atau malah hampir tak bisa dihapus dari ponsel. 

Hal itu karena modul adware ini terus berubah dan menerapkan teknik baru yang sulit dideteksi oleh pengguna, dan bahkan oleh perusahaan keamanan cyber.

Seperti contoh, 49 adware yang ditemukan menyusup ke dalam Play Store oleh Trend Micro pada 2019 lalu. 

Semua adware itu bisa menyembunyikan diri di dalam ponsel, menerapkan taktik unik yang membuatnya sulit dideteksi dan tak bisa dihapus.

Adware berbahaya ini bisa menghasilkan keuntungkan yang relatif instan bagi para penyebarnya. 

Mereka bisa mendapat pemasukan dari setiap iklan yang disusupkan dan ditampilkan di ponsel korbannya.

Sementara, kerugian bagi si korban adalah kenyamanannya dalam menggunakan ponsel tentu akan terganggu.

Apalagi, seringkali iklan yang ditampilkan adware itu hampir memenuhi halaman ponsel dan sulit ditutup. 

Bahkan, dalam sejumlah kasus, saking banyaknya iklan yang ditampilkan, ponsel korban menjadi panas dan lambat.

Mengingat adware ini sulit dihapus jika sudah terlanjur diinstal, pengguna diingatkan untuk harus hati-hati sebelum menginstal aplikasi.

Sebagai tindakan pencegahan, yaitu dengan melihat akses ke fitur apa saja yang diminta aplikasi tersebut.

Apabila ada aplikasi yang sudah terlanjur diinstal dan mendadak berperilaku aneh seperti menampilkan banyak iklan, sebaiknya aplikasi tersebut segera dihapus. 

Untuk jaga-jaga, sebaiknya pengguna bisa menggunakan aplikasi keamanan cyber terpercaya di ponsel agar terhindar dari adware dan sejenisnya. (ip)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top