Enam Adat Istiadat Unik dan Terkenal di Lampung

 
Lampung dengan ibu kota provinsinya Kota Bandarlampung ini memiliki banyak pesona alam dan budayanya yang menjadi daya tarik wisatawan.

IPHEDIA.com - Anda pernah mendengar apa itu Siger, Sulam Usus, Tapis, atau makanan khas bernama Seruit? Tak salah lagi. Nama-nama itu berasal dari provinsi yang letaknya paling selatan Pulau Sumatera, yaitu Provinsi Lampung.

Lampung dengan ibu kota provinsinya Kota Bandarlampung ini memiliki banyak pesona alam dan budayanya yang menjadi daya tarik wisatawan. Keragaman budaya masyarakat suku Lampung di provinsi ini, baik masyarakat adat Lampung Pepadun maupun Saibatin, ternyata beberapa di antaranya memiliki keunikan tersendiri. Berikut enam adat istiadat atau tradisi unik dan populer yang ada di Lampung.

1. Gawi

Tradisi Gawi atau Begawi dilaksanakan untuk ritual kehidupan, di antaranya kelahiran anak, menjelang dan saat pernikahan hingga pemberian gelar adat Begawi Cakak Pepadun.

Untuk Gawi tak semua orang bisa mengadakan perayaan tersebut. Biasanya, hanya masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas atau mereka yang mampu bisa melaksanakannya. Ini dikarenakan biaya pelaksanaan acara adat ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

2. Djujor

Djujor termasuk ritual adat pernikahan di Lampung. Muli atau gadis akan diambil oleh mekhanai atau pria bujang untuk dijadikan sebagai istri. Sang mekhanai dan keluarganya harus membayar bandi lunik atau mahar kepada wali sang muli.

Muli juga memiliki permintaan yang disebut kiluan yang menjadi haknya dan harus dipenuhi mekhanai. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk pelaksanaannya, yaitu secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Cara sembunyi atau sabambangan, yaitu ketika si pria melarikan si gadis ke rumahnya.

Sesampainya di rumah si pria, kepala adat akan melaporkannya pada keluarga si gadis bahwa anak mereka hilang karena bertujuan untuk dipersunting.Sedangkan cara tekahang atau terang-terangan, yaitu si pria langsung mendatangi kediaman si gadis dan melamarnya.

Ada pula keharusan untuk membawa 24 macam kue adat kepada keluarga si gadis. Mahar harus dibayarkan kepada kepala adat pihak si gadis secara kontan.

3. Tayuhan

Perayaan adat yang satu ini diadakan oleh keluarga besar dalam rangka pernikahan, khitan, pembangunan rumah, maupun perayaan kesuksesan panen. Peralatan yang dibutuhkan saat tayuhan di antaranya seperti tandang bulung, kecambai, nyani buwak, begulai, nyekhallai siwok, dan khambak bebukha.

Penggunaan alat-alat ini akan disesuaikan dengan gelar adat. Selain itu, pihak kerabat juga memberikan bantuan seperti berbagai bahan makanan mentah atau makanan yang sudah siap saji.

4. Balimau

Tradisi ini sebenarnya dikatakan berasal dari Minangkabau, namun juga dilakukan oleh masyarakat di Lampung. Jelang Ramadan, masyarakat akan melakukan ritual Balimau atau mandi dengan jeruk nipis.

Selain jeruk nipis, bahan-bahan lain seperti bunga kenanga, daun pandan, dan akar gambelu juga ditambahkan. Bagi masyarakat lokal, ritual ini menjadi wujud pembersihan jiwa dan raga sebelum memasuki bulan Ramadan.

5. Ngumbai Lawok

Upacara adat yang satu ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur para nelayan akan melimpahnya hasil laut. Selain itu, mereka juga memohon keselamatan dan perlindungan dari Sang Pencipta saat mereka berlayar.

Cara pelaksanaannya dengan menghanyutkan kepala kerbau yang telah disembelih ke laut sebagai simbol pengorbanan. Ritual unik ini mampu menarik perhatian wisatawan yang berkunjung ke Lampung.

6. Ngambabekha


Ritual unik bernama Ngambabekha ini dilakukan pada saat pembukaan hutan untuk digunakan sebagai lahan perkebunan atau perkampungan masyarakat. Warga lokal meyakini bahwa hutan memiliki penunggu. Upacara ini dimaksudkan sebagai jalur perdamaian dengan penunggu hutan agar masing-masing tidak saling mengganggu. (as/ip)
Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top