Ini Dia Raja-raja yang Bawa Kemashyuran Kerajaan Sriwijaya

 
Dengan pemerintahan monarki yang dijalankan, membuat Kerajaan Sriwijaya memiliki pemerintahan yang baik. Selain itu, raja-raja yang memerintah juga mampu membuat kerajaan ini memiliki kekuasaan yang luas hingga ke wilayah Asia Tenggara.

IPHEDIA.com - Kemasyhuran Kerajaan Sriwijaya (Sriwijaya Kingdom) yang ada di Pulau Sumatera ini tercatat dalam sejarah di Tanah Air. 

Selain sebagai pusat penyebaran agama Buddha pada abad 8 hingga abad 12 Masehi, kejayaan yang dimiliki oleh kerajaan juga akibat dari pengaruh perdagangan lautnya yang ramai.

Semasanya, kerajaan ini juga menjadi satu-satunya kerajaan yang menguasai Selat Malaka. 

Sriwijaya memiliki hubungan dagang dengan India, China dan Kepulauan Malaysia yang dikenal sebagai negara dengan pengaruh dagang yang kuat. 

Raja pertama dari Kerajaan Sriwijaya adalah Sri Jayanaga. Namun, kejayaan dari kerajaan ini saat pemerintahan Balaputra Dewa.

Dalam bahasa Sansekerta, Sriwijaya memiliki sebuah arti. Sri berarti “bercahaya” atau “gemilang” sedangkan Wijaya berarti “kemenangan” atau “kejayaan”. 

Jika digabungkan arti dari Sriwijaya adalah “kemenangan yang gilang-gemilang”.

Di Kerajaan Sriwijaya, agama yang dianut masyarakatnya ialah Buddha Vajrayana, Buddha Mahayana, Buddha Hinayana dan Hindu. 

Meski ada agama Hindu di dalamnya, akan tetapi pengaruh agama Hindu tidaklah terlalu besar. 

Sedangkan, bahasa yang digunakan masyarakat Sriwijaya adalah Bahasa Melayu Kuno dan Sansekerta Jawa Kuno.

Dengan pemerintahan monarki yang dijalankan, membuat Kerajaan Sriwijaya memiliki pemerintahan yang baik. 

Selain itu, raja-raja yang memerintah juga mampu membuat kerajaan ini memiliki kekuasaan yang luas hingga ke wilayah Asia Tenggara.

Keberhasilan dalam menguasai perdagangan dan memiliki kekuasaan yang luas tentu saja tidak terlepas dari beberapa raja hebat yang memerintah Kerajaan Sriwijaya. 

Berikut beberapa raja terkenal dari Sriwijaya yang mampu membuat kerajaan tersebut memiliki kekuasaan yang sangat luas dan memiliki kejayaan pada masanya.

Raja Daputra Hyang


Raja Daputra Hyang salah satu raja dari Sriwijaya yang mampu membuat kerajaan tersebut melebarkan sayapnya. 

Raja yang satu ini bahkan bercita-cita ingin menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai Kerajaan Maritim. 

Pada kekuasaannya pun, beliau mampu memperluas kekuasaan Sriwijaya hingga ke Jambi.

Cerita mengenai Raja Daputra Hyang ini ditemukan pada sebuah Prasasti Kedukan Bukit (683M). 

Selama kekuasaannya tersebut tentu saja Raja Daputra Hyang memiliki pengaruh yang sangat besar.

Raja Dharmasetu

Pada masa kekuasaan Raja Dharmasetu ini, ternyata Kerajaan Sriwijaya telah meluas hingga Semenanjung Malaya. 

Hal inilah yang membuat kerajaan yang satu ini membangun sebuah pangkalan di wilayah Ligor. 

Berbagai macam prestasi ternyata berhasil di toreh oleh Raja Dharmasetu seperti berhasil menjalin hubungan dengan Negeri China dan India.

Dengan kerjasamanya tersebut, ternyata berhasil membuat China dan India selalu mampir di bandar-bandar Sriwijaya saat berlayar. 

Kedatangan orang-orang China dan India itu membuat kerajaan tersebut mendapatkan keuntungan dari aktivitas perdagangan yang dilakukan.

Raja Balaputra Dewa

Raja Balaputra Dewa adalah raja yang mampu membuat Sriwijaya menjadi kerajaan terbesar pada masa itu. 

Raja yang satu ini menjabat pada abad ke-9 Masehi. Cerota dari Raja Balaputra Dewa sendiri berasal dari sebuah prasasti yang disebut dengan Prasasti Nalanda.

Karena kehebatan kepemimpinan dari Raja Balaputra Dewa sendirila yang menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan dengan pusat agama Buddha terbesar di Asia Tenggara. 

Bahkan, beliau mampu menjalin sebuah kerjasama yang sangat baik dengan beberapa kerajaan yang ada di India, seperti Kerajaan Cola dan Nalanda.

Balaputra Dewa sendiri merupakan keturunan dari Dinasti Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga dan Dewi Tara dari Kerajaan Sriwijaya. 

Karena prestasi dan kehebatannya dalam memerintah menjadikan Raja Balaputra Dewa sebagai raja yang membawa Sriwijaya dalam kejayaan.

Raja Sri Sudamaniwarmadewa

Pada masa pemerintahan Raja Sri Sudamaniwarmadewa, ternyata Kerajaan Sriwijaya pernah mendapatkan serangan dari Raja Darmawangsa yang berasal dari Jawa Timur. 

Akan tetapi, serangan yang diluncurkan tersebut dapat digagalkan oleh para tentara Sriwijaya.

Raja Sanggrama Wijayattunggawarman

Pada masa kekuasaan Raja Sanggrama ternyata Sriwijaya mendapat serangan dari Kerajaan Chola yang dipimpin Raja Rajendra Chola. 

Tidak seperti serangan yang terjadi pada masa Raja Sri Sudamaniwarmadewa. Ternyata, tentara Sriwijaya tidak mampu mengalahkan serangan dari Kerajaan Chola.

Hal inilah yang membuat Raja Sanggrama kemudian ditahan. Namun, pada masa kekuasaan Raja Kulotungga I dari Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman kemudian dibebaskan.

Itulah raja-raja terkenal yang menjadikan kerajaan satu ini memiliki kejayaan sekaligus hancur karena sebuah serangan dari kerajaan lainnya. 

Kejayaan yang dimiliki oleh Kerajaan Sriwijaya tentu tidak jauh dari kehidupan agama, budaya, perdagangan serta politik pemerintahannya.

Tentu saja, berbagai macam faktor tersebut sangat penting dalam mengembangkan kejayaan dari kerajaan terbesar di Nusantara satu ini. 

Untuk lebih jelasnya, berikut akan dijelaskan mengenai beberapa faktor yang menjadikan Kerajaan Sriwijaya memiliki kekuasaan yang luas dan kejayaan yang cukup lama.

Agama dan Sosial Budaya Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya menjadi kerajaan yang sudah terkenal sebagai pusat pengajaran Agama Buddha. 

Menjadi pusat pengajaran agama Buddha ternyata dapat membuat Sriwijaya menarik banyak peziarah maupun sarjana dari berbagai macam negara di Asia.

Salah satu peziarah itu, di antaranya I Tsing yang merupakan seorang pendeta dari Tiongkok dan telah melakukan sebuah ekspansi ke Pulau Sumatera. 

Dalam perjalanan, ia belajar juga di sebuah universitas yang bernama Universitas Nalanda India pada tahun 671 hingga 695.

Ada juga seorang sarjana Buddha dari Benggala yang bernama Atisha dan datang pada abad ke-11 Masehi. 

Beliau merupakan sarjana Buddha yang sangat berpengaruh dalam perkembangan Buddha Vajrayana yang ada di Tibet.

Pada saat I Tsing mengunjungi kerajaan yang satu ini, beliau melaporkan bahwa Kerajaan Sriwijaya adalah sebuah rumah untuk para sarjana Buddha.

Sehingga tak ayal apabila kerajaan tersebut menjadi pusat pembelajaran agama Buddha terbesar di Asia Tenggara.

Tak hanya itu saja, bahkan pelancong yang datang ke kerajaan ini menyatakan bahwa koin emas sudah digunakan untuk kegiatan jual beli di pesisir kerajaan. 

Beberapa ajaran Buddha lainnya juga berkembang di kerajaan satu ini, seperti ajaran Buddha Hinayana serta ajaran Buddha Mahayana.

Selain kehidupan agamanya, ternyata kehidupan budaya yang ada di Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi oleh budaya yang berasal dari India. 

Hal ini diawali oleh agama Hindu yang kemudian diikuti dengan agama Buddha yang menyebar secara luas.

Selain itu, kemampuan beberapa raja-raja Sriwijaya yang mampu menguasai Kepulauan Melayu melalui sebuah perdagangan pada abad 7 sampai abad ke 9 Masehi. 

Menjadi pusat bandar perdagangan di Asia Tenggara tentu saja memungkinkan Sriwijaya untuk bekerjasama dengan para pedagang serta para ulama yang berada di Timur Tengah. 

Hal inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya beberapa kerajaan Islam di wilayah Sumatera setelah runtuhnya Kerajaan Sriwijaya.

Salah satu sumber mengungkapkan, saat itu banyak juga orang Arab yang berkunjung ke Sriwijaya.  

Hal itu yang membuat Raja Sri Indrawarman memeluk agama Islam pada tahun 718. Sehingga sangat memungkinkan jika pada waktu itu masyarakat sosial yang ada di Kerajaan Sriwijaya terdiri atas masyarakat muslim dan Buddha sekaligus.

Perkembangan agama Islam pun semakin kuat di Sriwijaya setelah tercatat beberapa kali raja dari Sriwijaya mengirimkan sebuah surat ke khalifah Islam yang ada di Suriah untuk sudi mengirimkan da’i ke dalam istana Sriwijaya. 

Surat tersebut ternyata ditujukan kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada tahun 717 sampai 720 Masehi.

Perdagangan Kerajaan Sriwijaya

Selain sebagai pusat agama Buddha di Asia Tenggara, kejayaan yang dimiliki oleh Sriwijaya juga akibat dari kekuasaan perdagangan yang dimilikinya. 
 
Dalam dunia perdagangan sendiri, Kerajaan Sriwijaya ternyata menguasai bahkan mengendalikan jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan menguasai Selat Sunda dan Selat Malaka.

Orang Arab juga mencatat, Sriwijaya memiliki berbagai macam komoditi untuk dijual kepada para pedagang seperti emas, timah, gading, pala, cengkeh, kapulaga, kapur barus, kayu gaharu dan masih banyak yang lainnya. 
 
Tentu saja, berbagai macam komoditi tersebut sangat dibutuhkan oleh para pedagang. Tak heran, jika Kerajaan Sriwijaya memiliki kekayaan yang sangat besar.

Dengan kekayaan yang dimilikinya tersebut memungkinkan Sriwijaya untuk membeli kesetiaan dari beberapa vassal-vassal yang ada di wilayah Asia Tenggara. 

Inilah yang menjadi alasan mengapa Sriwijaya memiliki pengaruh yang sangat besar di Asia Tenggara.

Pada saat paruh pertama abad ke-10, yakni saat naiknya Dinasti Song dan turunnya Dinasti Tang, perdagangan yang ada di luar negeri cukup gencar. 
 
Beberapa negara dan kerajaan kaya seperti Fujian, Kerajaan Nan Han, Kerajaan Min dan Negeri Guangdong mendapatkan pengaruh yang cukup besar. 

Karena situasi yang satu ini membuat Kerajaan Sriwijaya dapat meraup keuntungan yang sangat besar dari perdagangan tersebut.

Pengaruh Politik Kerajaan Sriwijaya

Selain agama dan perdagangan yang membuat Kerajaan Sriwijaya menjadi maju, kehidupan politik Kerajaan Sriwijaya juga memiliki pengaruh yang sangat besar. 
 
Untuk memperkuat posisinya dalam kekuasaan wilayah di Asia Tenggara, Sriwijaya melakukan hubungan diplomasi dengan kekaisaran China. 

Bahkan, hubungan diplomasi tersebut berjalan sangat baik dengan seringnya mengantarkan utusan dan upeti.

Salah satu kekuasaan Kerajaan Sriwijaya ialah Kerajaan Khmer. Bahkan, Sriwijaya menguasai kerajaan tersebut sejak pertama kerajaan itu berdiri. 

Para sejarawan menyebut jika banyak pengaruh Sriwijaya yang terlihat pada bangunan pagoda Borom. Bangunan tersebut dipengaruhi oleh arsitektur Sriwijaya.

Selain itu, Sriwijaya juga memiliki hubungan yang sangat erat dengan beberapa kerajaan lainnya, seperti Kerajaan Pala dari Benggala. 

Hal ini dibuktikan dengan sebuah catatan dari Prasasti Nalanda bahwa Raja Balaputra Dewa memberikan sebuah piara untuk Universitas Nalanda.

Di samping memiliki hubungan dengan beberapa negara dan kerajaan tadi, Sriwijaya juga memiliki hubungan baik dengan Dinasti Chola yang berada di Selat India. 

Hubungan antara Sriwijaya dengan dinasti tersebut tercatat dalam Prasasti Leiden. Dalam prasasti itu tercatat, raja Sriwijaya telah mendirikan sebuah vihara yang disebut dengan Vihara Culamanivarmma. 

Akan tetapi, setelah Rajendra Chola I naik tahta, hubungan antara Chola dan Sriwijaya pun menjadi buruk. Ini terjadi sekitar abad ke-11 pada masa pemerintahan Balaputra Dewa.

Kemudian, pada masa pemerintahan Kulothunga Chola I, hubungan antara dua kerajaan tersebut mulai membaik. 

Raja Sriwijaya yang ada di Kadaram mengirim utusan bermaksud untuk meminta ikrar dari pengumuman pembebasan cukai yang ada di kawasan sekitar Vihara Culamanivarmma. 
 
Akan tetapi, pada masa ini Sriwijaya kemudian di cap sebagai bagian dari Dinasti Chola. 

Disebutkan, Kulothunga Chola I sebagai Raja San-fo-ts’I di tahun 1709 turut serta membantu perbaikan candi yang ada di dekat Kanton.

Struktur Pemerintahan Kerajaan Sriwijaya

Suatu kerajaan pastinya tidak jauh dari sebuah struktur pemerintahan di dalamnya. Untuk struktur pemerintahan dari Kerajaan Sriwijaya ini sendiri ternyata dapat diketahui dari beberapa prasasti yang ditemukan. 

Dimana, prasasti-prasasti tersebut mengandung berbagai macam informasi tentang samaryyada, kadatun, mandala, vanua serta bhumi.

Kadatun ini sendiri dapat diartikan sebagai kawasan datu (tanah rumah) tempat tinggal,  tempat emas disimpan serta hasil cukai (drawy) sebagai suatu wilayah yang harus dijaga dengan baik. 
 
Kadatun ini sendiri ternyata dikelilingi oleh vanua yang juga dianggap sebagai wilayah dari Kota Sriwijaya. Di dalamnya terdapat vihara dan digunakan untuk beribadah oleh masyarakat sekitar.

Kadatun dan Vanua itu sendiri juga merupakan sebuah wilayah inti bagi Kerajaan Sriwijaya. 

Sedangkan, samaryyada adalah sebuah wilayah yang bersebrangan dengan vanua dan terhubung oleh sebuah jalan khusus (Samaryyada-patha) dan bisa dikatakan sebagai salah satu kawasan pedalaman.

Untuk mandala itu sendiri sebuah kawasan yang berdiri sendiri dari bumi namun tetap mendapat kontrol dari kekuasaan yang berasal dari kesatuan Sriwijaya. 

Penguasa dari Kerajaan Sriwijaya ketika itu disebut dengan Maharaja atau Dapunta Hyang.

Selain itu, di dalam silsilah raja juga terdapat beberapa urutan, seperti Yuvaraja (putra mahkota), Pratiyuvaraja (putra mahkota kedua) serta Rajakumara (pewaris berikutnya). 

Berbagai macam susunan pemerintahan serta jabatan yang ada pada kerajaan tersebut tercantum dalam Prasasti Telaga Batu.

Dengan kejayaan yang dimilikinya, saat ini "Sriwijaya" sendiri telah dijadikan dan diabadikan sebagai nama jalan di beberapa kota yang ada di Indonesia. 

Bahkan, nama Sriwijaya ini sendiri sudah sangat melekat dengan Kota Palembang dan Sumatera Selatan, salah satunya nama universitas ternama yang ada di Sumsel, yakni Universitas Sriwijaya (Unsri).

Universitas tersebut berdiri pada tahun 1960 dengan nama yang berdasarkan kedatuan Sriwijaya. 

Saat ini, kampus Unsri berdiri megah di Inderalaya, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Provinsi Sumatera Selatan.

Tak hanya itu, ada juga yang lainnya, seperti Sriwijaya Post (surat kabar harian di Palembang), Sriwijaya Air (maskapai penerbangan) dan Kodam II Sriwijaya (Unit Komando Militer). 

Selain itu masih banyak yang lainnya nama-nama yang menggunakan nama dari Kerajaan Sriwijaya. (as)
Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top