Jembatan Ampera Terpanjang Pertama di Asia Tenggara

 
Usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang, yang didukung penuh oleh Kodam IV/Sriwijaya ini kemudian membuahkan hasil. Bung Karno kemudian menyetujui usulan pembangunan itu.

IPHEDIA.com -
 
Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat) yang awalnya dinamakan Jembatan Bung Karno, merupakan sebuah jembatan di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

Jembatan bersejarah ini terletak di tengah-tengah kota menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi.

Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. 

Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan pertama terpanjang di Asia Tenggara. Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera.

Jembatan Ampera yang membelah Sungai Musi ini memiliki ukuran panjang 1.117 meter (bagian tengah 71,90 m), lebar 22 meter dan tinggi 11.5 meter dari permukaan air.

Sedangkan, tinggi menaranya 63 meter dari permukaan tanah dan jarak antara menara 75 meter dengan berat 944 ton.

Ide untuk menyatukan dua daratan di Kota Palembang ”Seberang Ulu dan Seberang Ilir” dengan jembatan, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906.

Saat jabatan Walikota Palembang dijabat Le Cocq de Ville, tahun 1924, ide ini kembali dimunculkan dan dilakukan banyak usaha untuk merealisasikannya. 

Namun, sampai masa jabatan Le Cocq berakhir, bahkan ketika Belanda hengkang dari Indonesia, proyek itu tidak pernah terealisasi.

Pada masa kemerdekaan, gagasan itu kembali mencuat. DPRD Peralihan Kota Besar Palembang kembali mengusulkan pembangunan jembatan tersebut. 

Kala itu jembatan disebut Jembatan Musi, dengan merujuk nama Sungai Musi yang dilintasinya. Usulan tersebut terjadi pada sidang pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956.

Usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang, yang didukung penuh oleh Kodam IV/Sriwijaya ini akhirnya membuahkan hasil. 

Presiden Republik Indonesia Soekarno (Bung Karno) kemudian menyetujui usulan pembangunan jembatan yang menghubungkan Seberang Ulu dan Ilir itu.

Pembangunan jembatan ini dimulai pada bulan April 1962, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. 

Biaya pembangunannya diambil dari dana pampasan perang Jepang. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga ahli dari negara tersebut. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top