Credit Photo: indephedia.com |
Arca berukuran tinggi 4,41 meter dan berat 4 ton yang terbuat dari batu andesit ini dikaitkan sebagai perwujudan Raja Adityawarman karena ia penganut Buddha aliran Tantrayana Kalachakra.
IPHEDIA.com - Arca Bhairawa patung batu raksasa yang kini menjadi salah satu koleksi pameran utama di Museum Nasional Indonesia.
Arca ini menggambarkan "Bhairawa", suatu dewa-raksasa dalam aliran sinkretisme Tantrayana, yaitu pengejawantahan Siwa sekaligus Buddha sebagai raksasa yang menakutkan.
Arca berukuran tinggi 4,41 meter dan berat 4 ton yang terbuat dari batu andesit ini dikaitkan sebagai perwujudan Raja Adityawarman karena ia penganut Buddha aliran Tantrayana Kalachakra.
Arca berukuran tinggi 4,41 meter dan berat 4 ton yang terbuat dari batu andesit ini dikaitkan sebagai perwujudan Raja Adityawarman karena ia penganut Buddha aliran Tantrayana Kalachakra.
Bhairawa, digambarkan sebagai raksasa mengerikan sebagai perwujudan hasrat negatif, serta perwujudan Siwa sekaligus Buddha dalam aliran Tantrayana.
Arca raksasa yang berasal dari abad XIV ini ditemukan pada tahun 1935 di pinggir Sungai Batanghari.
Arca raksasa yang berasal dari abad XIV ini ditemukan pada tahun 1935 di pinggir Sungai Batanghari.
Arca ini terbenam di tengah persawahan di kompleks percandian Padang Roco, Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar), menghadap ke arah timur dan di bawahnya mengalir sungai Batanghari.
Dulu, di tempat strategis itu Bhairawa dengan gagah berdiri memandang ke arah Sungai Batanghari, sehingga siapa pun yang melewati sungai tersebut akan mudah melihatnya.
Dulu, di tempat strategis itu Bhairawa dengan gagah berdiri memandang ke arah Sungai Batanghari, sehingga siapa pun yang melewati sungai tersebut akan mudah melihatnya.
Dikatakan strategis karena Padang Roco gerbang masuk melalui Batanghari menuju pusat pemerintahan Kerajaan Melayu di Sumatera Barat, dan arca raksasa ini berfungsi sebagai markah tanah.
Arca raksasa tersebut sempat roboh dan terkubur tanah, hanya satu sisi bagian lapik (alas) yang menyembul ke permukaan tanah.
Arca raksasa tersebut sempat roboh dan terkubur tanah, hanya satu sisi bagian lapik (alas) yang menyembul ke permukaan tanah.
Penduduk setempat yang tidak menyadari keberadaan arca itu menjadikan batu ini sebagai batu pengasah parang.
Bahkan, di salah satu bagian arca tersebut dijadikan penduduk sebagai lesung lumpang batu untuk menumbuk padi.
Hingga kini pun bekas lubang lesung lumpang batu untuk menambuk padi oleh warga itu dapat ditemukan pada sisi landasan arca ini.
Arca yang dikaitkan dengan perwujudan Raja Adityawarman itu diangkut oleh pemerintah Hindia Belanda tahun 1935 ke Kebun Margasatwa Bukittinggi.
Arca yang dikaitkan dengan perwujudan Raja Adityawarman itu diangkut oleh pemerintah Hindia Belanda tahun 1935 ke Kebun Margasatwa Bukittinggi.
Kemudian, tahun 1937 arca ini diboyong ke Museum Nasional di Batavia dan menghuni Museum Nasional hingga saat ini. (*)
No comments:
Write commentSiapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.