Arca Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

 
Di antara peninggalan-peninggalan zaman Kerajaan Sriwijaya, sedikitnya ada 4 arca yang sudah ditemukan yang jarang diketahui banyak orang. 



IPHEDIA.com - Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatera yang diketahui sekarang tak hanya meninggalkan Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus dan beberapa prasasti, namun juga ada peninggalan bersejarah lainnya.

Di antara peninggalan-peninggalan zaman Kerajaan Sriwijaya, melansir Indephedia.com, sedikitnya ada 4 arca yang sudah ditemukan yang jarang diketahui banyak orang. 

Keempat arca itu, yakni Arca Buddha langgam Amarawati yang dikenal dengan Arca Buddha Bukit Siguntang, Arca Awalokiteshwara dan Arca Buddha Mahayana serta Arca Bodhisattva Maitreya. 

Arca Buddha Bukit Siguntang

Sumber Foto: Kemdikbud

Arca Buddha Bukit Siguntang, melansir Kebudayaan.kemdikbud, ditemukan pada tahun 1920-an di Bukit Siguntang, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.  

Pada saat ditemukan, arca ini terdiri dari beberapa fragmen arca batu granit yang ternyata berasal dari sebuah arca Buddha yang berukuran cukup besar. 

Kepala arca ini semula disimpan di Museum Nasional kemudian disatukan kembali dengan badannya. Bagian kaki arca ini, hingga sekarang belum ditemukan. 

Pada saat ini, Arca Buddha Bukit Siguntang dapat dilihat di halaman Museum Sultan Mahmud Badarudin 2 yang berada di Kawasan Benteng Kuto Besak.

Arca Buddha yang ditemukan di Situs Bukit Siguntang ini digambarkan dalam sikap berdiri. 

Rambutnya digambarkan ikal-ikal kecil menutupi seluruh bagian kepala dan di bagian tengah atas terdapat semacam sangul berbentuk bulat dan kecil (usnisa). 

Pakaian yang dikenakan adalah semacam jubah panjang, bergaris-garis. Pakaian tersebut menutup kedua bahunya.

Mengenai pertanggalan dilihat dari penggambaran arca yang secara keseluruhan tampak arca tersebut bergaya seperti arca-arca dari masa seni Amarawati. 

Didasarkan pada gaya seni tersebut, kemungkinan arca Buddha dari Bukit Siguntang ini berasal pada abad antara 6-7 Masehi.

Arca Awalokiteshwara dan Arca Buddha Mahayana

Sumber Foto: Kemdikbud

Arca Awalokiteshwara dan Arca Buddha Mahayana ditemukan di Situs Bingin Jungut di sisi sebelah timur Sungai Musi di Desa Binginjungut, Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan.

Situs ini untuk kali pertama dilaporkan oleh Schnitger pada 1937 dalam bukunya yang berjudul "The Archaeology of Hindoo Sumatra". 

Selanjutnya, ia menyebutkan dari situs tersebut ditemukan Arca Awalokiteswara yang bertangan empat. 

Arca Awalokiteswara kini disimpan di Museum Nasional, D-216-247 dan arca Buddha yang belum selesai saat ini disimpan di Museum Balaputradewa Palembang.

Arca Awalokiteswara yang bertangan empat digambarkan dalam posisi berdiri, berukuran tinggi 192 cm dan memakai mahkota dengan hiasan Buddha Amithaba. 

Di bagian punggungnya terdapat tulisan yang berbunyi //da? acaryya syuta//. Arca tersebut adalah Arcaha Mahayana yang dibuat di tempat setelah keluarga Sailendra berkuasa di Jawa pada abad ke-7–9 Masehi. 

Berdasarkan bentuk tulisannya, Arca Awalokiteswara berasal dari sekitar abad ke-8 Masehi.

Sedangkan, Arca Buddha yang belum selesai digambarkan dalam posisi tapak tangan kanan diarahkan ke depan, sedangkan tangan kirinya tertutup jubah. 

Bagian bawah arca belum selesai dikerjakan. Arca Buddha itu termasuk Buddha Mahayana yang dibuat di tempat dan mungkin telah ada ketika I-Tsing bermukim di Sriwijaya.
 
Arca Bodhisattva Maitreya

Sumber Foto: Wikipedia

Arca Bodhisattva Maitreya atau dikenal Arca Maitreya yang terbuat dari perunggu ini ditemukan di Komering, Provinsi Sumatera Selatan.

Arca Maitreya dengan laksana ciri stupa di mahkotanya ini merupakan seni Sriwijaya sekitar kurun abad ke-9 sampai ke-10 Masehi. 

Dalam agama Buddha, Bodhisattva Maitreya adalah Buddha yang akan datang. Dalam bahasa Tionghoa, Maitreya terkenal sebagai Mile Pusa. 

Saat ini, Arca Bodhisattva (Boddhisatwa) Maitreya koleksi Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Inv. 6025. (SJ/IND)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top