Ibu Kota Negara Indonesia Sempat di Pangkalpinang? Ini Faktanya

 
Secara de facto, kala itu pemimpin utama Republik Indonesia ada di Bangka Barat dan dalam pengasingan.

Prasasti di Taman Sari yang diresmikan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1949. (Sumber Foto: inews)

IPHEDIA.com - Indonesia pernah mengalami beberapa kali pergantian ibu kota negara, di antaranya di Yogyakarta dan Bukittinggi.

Tapi, rupanya Kota Pangkal Pinang (ditulis: Pangkalpinang), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), juga pernah menjadi ibu kota negara.

Melansir berbagai sumber, penunjukan itu memang tidak secara resmi. Hal tersebut terjadi saat Belanda menangkap pemimpin negara di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948. 

Untuk menjalankan pemerintahan, Mr. Sjafruddin Prawiranegara menerima mandat untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi. 

Mr. Sjafruddin Prawiranegara kemudian menjadi Presiden Indonesia selama 207 hari. Sementara, Lambertus Nicodemus Palar mendirikan perwakilan RI di Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). 

Dengan upayanya, misi diplomatik Palar berhasil membuat PBB menekan Belanda agar mau berunding dengan Indonesia. 

Tapi, Belanda tidak mau berunding dengan PDRI. Belanda memilih dengan para pemimpin RI yang diasingkan ke Bangka sejak 22 Desember 1948 sampai Juli 1949.

Para pemimpin itu, antara lain Wakil Presiden Mohammad Hatta, Sekretaris Negara AG Pringgodigdo, Ketua Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) MR Assaat dan Kepala Staf AU Soerjadarma. 

Dalam pengasingan ini mereka menghuni pesanggrahan di Bukit Menumbing, Bangka Barat, sejak 22 Desember 1948 sampai Juli 1949.

Pada saat bersamaan, Presiden Soekarno dan Menteri Luar Negeri Agus Salim diasingkan di Wisma Ranggam yang terletak di Muntok, Bangka Barat, mulai 5 Februari 1949. 

Secara de facto, kala itu pemimpin utama Republik Indonesia ada di Bangka Barat dan dalam pengasingan.

Dalam buku "Setengah Abad Pangkalpinang sebagai Daerah Otonom" (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pangkalpinang, 2006) disebutkan, awalnya perundingan digelar di Wisma Menumbing. 

Selanjutnya, perundingan dipindahkan ke Pangkalpinang. Lokasi perundingan sekarang menjadi Museum Timah Indonesia. 

Perundingan-perundingan di rumah tersebut, terutama membahas kerangka perjanjian Roem-Royen. 

Perjanjian pada 7 Mei 1949 itu diikuti Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, yang dilaksanakan pada 23 Agustus hingga 2 November 1949. 

KMB dipimpin oleh perdana menteri Dr. Willem Drees, sementara ketua delegasi dari Indonesia, Moh Hatta.

Proses berlangsungnya Konferensi Meja Bundar juga disaksikan oleh salah satu wakil UNCI (United Nations Commisions for Indonesia), yakni Chritchley.

Dalam konferensi itu disepakati, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949.

Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh Belanda ini maka Indonesia saat itu bentuk negaranya berubah menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS).

Selain adanya penunjukan, bukti lainnya Pangkalpinang menjadi ibu kota negara adalah prasasti di Taman Sari. 

Taman yang diresmikan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1949 tersebut terletak di sisi utara lapangan Merdeka. 

Tugu prasasti itu bertuliskan Prasasti Surat Kuasa Kembalinya Republik Indonesia ke Yogyakarta, yang diserahkan oleh Ir Soekarno kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Juni 1949. 

Salinan naskah asli masih tersimpan di Wisma Menumbing. Prasasti ini tidak tertuliskan tanggal, hanya ditulis bulan Juni 1949. (*)

Sumber Utama: Indephedia.com

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top