Terbentuknya Provinsi Sumatera Selatan, Eks Keresidenan di Sumatera

 
Hari jadi Provinsi Sumatera Selatan dengan ibukota di Kota Palembang ini ditetapkan pada tanggal 15 Mei 1946 berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2007. Hari Jadi tersebut bertepatan dengan diumumkannya pembagian wilayah Provinsi Sumatera menjadi tiga subprovinsi. 

Jembatan Ampera, Kota Palembang

IPHEDIA.com - Sumatera Selatan atau Sumatera Bagian Selatan yang dikenal sebagai Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) didirikan pada tanggal 12 September 1950.

Awalnya, Sumbagsel mencakup daerah Sumatera Selatan sekarang, Jambi, Bengkulu, Lampung, dan kepulauan Bangka Belitung (Babel). 

Saat ini, keempat wilayah yang terakhir disebutkan masing-masing sudah menjadi wilayah provinsi tersendiri.

Hari jadi Provinsi Sumatera Selatan dengan ibukota di Kota Palembang ini ditetapkan pada tanggal 15 Mei 1946 berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2007. 

Hari Jadi tersebut bertepatan dengan diumumkannya pembagian wilayah Provinsi Sumatera menjadi tiga subprovinsi. 

Pembagian wilayah itu berdasarkan usul dan pertimbangan konferensi residen seluruh Sumatera, wakil pemerintah pusat, dan keputusan Dewan Rakyat Sumatera.

Tiga subprovinsi itu, yakni subprovinsi Sumatera Utara meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli. 

Kemudian, subprovinsi Sumatera Tengah meliputi Keresidenan Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. 

Sedangkan, subprovinsi Sumatera Selatan meliputi Keresidenan Bengkulu, Palembang, Lampung, dan Bangka Belitung.

Sebelum dibentuk menjadi Daerah Tingkat I Provinsi, wilayah-wilayah yang ada di Sumatera Bagian Selatan tersebut merupakan keresidenan. 

Sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dengan status daerah administrasi di bawah koordinasi Gubernur Sumatera, status itu terus berlanjut di zaman penjajahan Jepang. (Ip)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top