Sejarah Kerajaan Pagaruyung, Sumatera Barat

 

Dari manuskrip yang dipahat kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang Arca Amoghapasa disebutkan pada tahun 1347 Adityawarman memproklamirkan diri menjadi raja di Malayapura.




IPHEDIA.com - Kerajaan Pagaruyung atau Pagaruyuang merupakan kerajaan yang pernah berdiri di Pulau Sumatera (Swarna Dwipa). Wilayahnya berada di Provinsi Sumatera Barat sekarang.

Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti. 

Karena dari Tambo yang diterima oleh masyarakat Minangkabau tidak ada yang memberikan penanggalan dari setiap peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Menurut cerita rakyat setempat, nama kerajaan ini dirujuk dari nama pohon Nibung atau Ruyung. 

Selain itu juga nama kerajaan tersebut dapat merujuk dari inskripsi cap mohor Sultan Tangkal Alam Bagagar dari Pagaruyung, yaitu pada tulisan beraksara Jawi.

Dalam lingkaran bagian dalam inskripsi cap mohor Sultan Tangkal Alam Bagagar itu berbunyi: 

Sulthān Tunggal Alam Bagagar ibnu Sulthān Khalīfatullāh yang mempunyai tahta kerajaan dalam negeri Pagaruyung Dārul Qarār Johan Berdaulat Zhillullāh fīl 'Ālam. 

Sayangnya, pada cap mohor Sultan Tangkal tersebut tidak tertulis angka tahun masa pemerintahannya.

Sebelumnya, kerajaan ini tergabung dalam Malayapura, sebuah kerajaan yang pada Prasasti Amoghapasa disebutkan dipimpin oleh Adityawarman.

Pada prasasti itu menyebut Adityawarman mengukuhkan dirinya sebagai penguasa Bhumi Malayu di Suwarnabhumi. 

Di dalam Malayapura tersebut juga dikatakan Kerajaan Dharmasraya dan beberapa kerajaan atau daerah taklukan Adityawarman lainnya.

Dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukkan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri ini, sebagaimana penafsiran dari Prasasti Batusangkar.

Dari manuskrip yang dipahat kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang Arca Amoghapasa disebutkan pada tahun 1347 Adityawarman memproklamirkan diri menjadi raja di Malayapura.

Adityawarman, putra dari Adwayawarman seperti yang terpahat pada Prasasti Kuburajo, dan anak dari Dara Jingga putri dari kerajaan Dharmasraya seperti yang disebut dalam Pararaton.

Ia sebelumnya bersama-sama Mahapatih Gajah Mada berperang menaklukkan Bali dan Palembang. 

Pada masa pemerintahannya kemungkinan Adityawarman memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah pedalaman Minangkabau.

Dari prasasti Suruaso yang beraksara Melayu menyebutkan, Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan. 

Selokan ini dibangun untuk mengairi taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi yang sebelumnya dibuat oleh pamannya Akarendrawarman yang menjadi raja sebelumnya.

Berdasarkan prasasti itu dapat dipastikan sesuai dengan adat Minangkabau, pewarisan dari mamak (paman) kepada kamanakan (kemenakan) telah terjadi pada masa tersebut.

Sementara pada sisi lain dari saluran irigasi tersebut terdapat juga sebuah prasasti yang beraksara Nagari atau Tamil.

Prasasti ini menunjukan adanya sekelompok masyarakat dari selatan India dalam jumlah yang signifikan pada kawasan tersebut.

Adityawarman pada awalnya dikirim untuk menundukkan daerah-daerah penting di Sumatera, dan bertahta sebagai raja bawahan (uparaja) dari Majapahit. 

Namun, dari prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh raja ini belum ada satu pun yang menyebut sesuatu hal yang berkaitan dengan Bhumi Jawa.

Kemudian, dari berita Tiongkok diketahui Adityawarman pernah mengirimkan utusan ke Tiongkok sebanyak 6 kali selama rentang waktu 1371 sampai 1377. 

Setelah meninggalnya Adityawarman, kemungkinan Majapahit mengirimkan kembali ekspedisi untuk menaklukan kerajaan ini pada tahun 1409.

Legenda-legenda Minangkabau mencatat pertempuran dahsyat dengan tentara Majapahit di daerah Padang Sibusuk. 

Konon, daerah tersebut dinamakan demikian karena banyaknya mayat yang bergelimpangan di sana. Menurut legenda itu tentara Jawa berhasil dikalahkan.

Kerajaan ini runtuh pada masa Perang Padri, setelah ditandatanganinya perjanjian antara Kaum Adat dengan pihak Belanda yang menjadikan kawasan Kerajaan Pagaruyung berada dalam pengawasan Belanda. (as/ip)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top