Situs Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu).
IPHEDIA.com - Selain Candi Borobudur dan Candi Prambanan, di Provinsi Jawa Tengah terdapat destinasi wisata sejarah bernama Situs Ratu Boko (Baka) atau ada juga yang menyebutnya Candi Boko.
Destinasi wisata ini merupakan kompleks situs purbakala dan objek wisata yang berada kira-kira 3 kilometer di sebelah selatan dari kompleks Candi Prambanan, 18 kilometer sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 kilometer barat daya Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia.
Destinasi wisata ini secara administratif berada di wilayah dua Dukuh, yakni Dukuh Dawung, Desa Bokoharjo dan Dukuh Sumberwatu, Desa Sambireja, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Indonesia.
Pemerintah pusat memasukkan kompleks Situs Ratu Boko ke dalam otorita khusus, bersama-sama dengan pengelolaan Candi Borobudur dan Candi Prambanan ke dalam satu BUMN yang bernama PT Taman Wisata Candi, setelah kedua candi terakhir ini dimasukkan dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO. Sebagai konsekuensinya, Situs Ratu Boko di tata ulang di beberapa tempat untuk dapat dijadikan tempat pendidikan dan kegiatan budaya.
Di kompleks Situs Ratu Boko ini terdapat bangunan tambahan di muka gapura, yaitu restoran dan ruang terbuka (Plaza Andrawina) yang dapat dipakai untuk kegiatan pertemun berkapasitas sekitar 500 orang, dengan vista ke arah utara (Kecamatan Prambanan dan Gunung Merapi). Selain itu, pengelola menyediakan tempat perkemahan dan trekking, paket edukatif arkeologi, serta pemandu wisata.
Nama "Ratu Boko" berasal dari legenda masyarakat setempat. Ratu Boko (bahasa Jawa, arti harafiah: "Raja Bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang juga menjadi nama candi utama pada kompleks Candi Prambanan. Kompleks bangunan ini dikaitkan dengan legenda rakyat setempat Loro Jonggrang.
Berbeda dengan peninggalan purbakala lain dari zaman Jawa Kuno yang umumnya berbentuk bangunan keagamaan, situs Ratu Boko merupakan kompleks profan, lengkap dengan gerbang masuk, pendopo, tempat tinggal, kolam pemandian, hingga pagar pelindung.
Berbeda pula dengan keraton lain di Jawa yang umumnya didirikan di daerah yang relatif landai, situs Ratu Boko terletak di atas bukit yang lumayan tinggi. Situs Ratu Boko terletak di sebuah bukit pada ketinggian 196 meter dari permukaan laut dengan luas keseluruhan kompleks adalah sekitar 25 hektar.
Situs Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton (istana raja).
Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kompleks ini bukan candi atau bangunan dengan sifat religius, melainkan sebuah istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur pertahanan. Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini. (as/ip)
No comments:
Write commentSiapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.