Sejarah Penduduk Hingga Berdirinya Provinsi Sumatera Selatan

 
Benteng Kuto Besak, Palembang
Sejak tahun 300 SM, bangsa Deutro-Melayu sudah mendiami daerah Sumatera Selatan. Sejak awal masehi, penduduk Sumatera Selatan sudah menjalin hubungan dagang dengan bangsa-bangsa lain, seperti Arab, Cina dan India.

IPHEDIA.com - Terbentuknya Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) memiliki sejarah yang panjang, terbentuk tanggal 12 September 1950. 

Ketika itu, Provinsi Sumatera Selatan masih mencakup Bengkulu, Lampung, dan Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Ketiga wilayah tersebut di kemudian hari menjadi provinsi sendiri.

Di Sumatera Selatan, penduduk pertamanya diperkirakan berasal dari zaman palaeolitikum. 

Hal ini dapat dibuktikan dari benda-benda zaman palaeolitikum yang ditemukan di beberapa wilayah antara lain di desa Bengamas, di dasar sungai Saling dan sungai Kikim.

Para ahli berpandangan bahwa penduduk zaman itu adalah termasuk ras Wedda, dimana orang Kubu dan Toale termasuk ke dalam ras tersebut. 

Sejak tahun 300 Sebelum Masehi, bangsa Deutro-Melayu sudah mendiami daerah Sumatera Selatan. 

Sejak awal masehi, penduduk Sumatera Selatan sudah menjalin hubungan dagang dengan bangsa-bangsa lain, seperti Arab, Cina dan India.

Perkembangan masyarakat yang pesat menghasilkan terbentuknya suatu kerajaan besar, bernama Sriwijaya. 

Menurut Prasasti Kedukan Bukit  yang ditemukan pada tahun 1926, disebutkan bahwa pada tanggal 17 Juni 683 Masehi didirikan pemukiman bernama Sriwijaya yang kemudian berkembang menjadi kerajaan besar.

Kerajaan Sriwijaya tumbuh dan berkembang hingga mengalami masa jejayaannya mulai dari abad ke-7 sampai ke-12 Masehi.

Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya mempunyai 13 negara jajahan, meliputi seluruh wilayah Indonesia Bagian Barat dan seluruh Semenanjung Melayu sampai ke sebelah selatan Teluk Bandon.

Ketika itu, Sriwijaya merupakan pusat perdagangan internasional dan pusat penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. 

Kerajaan Sriwijaya juga terkenal sebagai kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Nusantara.

Masa kejayaan Sriwijaya mulai pudar sejak datang serangan-serangan dari Kerajaan Siam pada tahun 1292 dan Kerajaan Melayu-Jambi yang telah dikuasai Kerajaan Singasari. 

Melemahnya Sriwijaya juga karena diserang Kerajaan Singasari dalam waktu yang hampir bersamaan.

Setelah runtuhnya Kerajaan Sriwijaya, di sekitar Sumatera Selatan muncul beberapa kerajaan kecil. 

Namun, meskipun banyak bermunculan kerajaan di sekitarnya, Sumatera Selatan sendiri bisa dikatakan vakum. 

Tidak ada kekuatan besar yang meneruskan kekuasaan Sriwijaya. Keadaan vakum ini berlangsung sampai pertengahan abad ke-16 Masehi.

Pada abad ke-16 Masehi, berdiri Kesultanan Palembang, di tepi Sungai Musi. Pendirinya adalah Ki Gedeng Suro, seorang pelarian politik dari Demak. 

Kesultanan Palembang mulai berhadapan dengan kolonial Hindia Belanda pada abad ke-17 Masehi.

Pada tahun 1825, Belanda berhasil menghapus kesultanan ini setelah mengalahkan Sultan Ahmad Najamuddin. 

Sejak itu, wilayah Palembang menjadi sebuah keresidenan dan berada di bawah kekuasaan Belanda.

Awal abad ke-20 Masehi merupakan momen munculnya semangat kebangsaan rakyat bangsa Indonesia. 

Sejumlah organisasi pergerakan kebangsaan muncul di daerah ini, seperti Sarekat Islam, PKI, PNI, Partindo, PNI Baru, PSII, PII, dan Parindra.

Semangat pergerakan kebangsaan ini sempat menurun ketika Jepang menduduki daerah ini. 

Setelah Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya, 17 Agustus 1945, semangat ini kembali tumbuh, berupa semangat mempertahankan kemerdekaan.

Pada awal kemerdekaan, Sumatera Selatan belum merupakan provinsi. Daerah ini adalah bagian dari Provinsi Sumatera dan berbentuk keresidenan. 

A.K. Gani ditetapkan oleh Presiden Soekarno sebagai residen dan bertanggungjawab kepada gubernur Sumatera Teuku Muhammad Hasan.

Pada tanggal 1 Januari 1947, terjadi pertempuran mempertahankan kemerdekaan selama lima hari lima malam. 

Pertempuran ini merupakan pertempuran terbesar dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan RI di Sumatera Selatan. 

Serangan Belanda gagal melumpuhkan seluruh kekuatan pejuang di Sumatera Selatan.

Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan penyerbuan besar-besaran ke seluruh pertahanan pejuang di seluruh Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan. 

Penyerbuan ini dinamakan Aksi Militer I. Akibat aksi militer Belanda ini, pusat keresidenan terpaksa dipindah dari Palembang ke Lahat.

Belanda kemudian melancarkan aksi militer II yang menghasilkan pendudukan atas Ibukota RI, Yogyakarta. 

Selain itu, Belanda juga berhasil menduduki daerah-daerah lain, termasuk Sumatera Selatan. 

Selama menduduki daerah ini, Belanda membentuk Negara Sumatera Selatan dengan Abdul Malik sebagai wali negaranya.

Eksistensi negara Sumatera Selatan ini tidak berlangsung lama. Pada tanggal 12 September 1950, negara Kesatuan Republik Indonesia kembali terbentuk. 

Sumatera Selatan menjadi salah satu provinsi dari NKRI yang baru terbentuk tersebut. 

Provinsi lainnya adalah Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara.

Pada periode tahun 1950-an ini, kondisi Sumatera Selatan dikacaukan dengan munculnya gerakan sparatis.

Gerakan sparatis itu, seperti pemberontakan PRRI dan peristiwa Mayor Juahartono. Namun, semua pemberontakan tersebut dapat di atasi. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Berkomentarlah dengan nama yang jelas dan bukan spam agar tidak dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top